AAUI mematuhi putusan MK soal pembatalan klaim asuransi sepihak

id Putusan MK Nomor 83/PUU-XXII/2024,klaim asuransi,pembatalan klaim,industri asuransi

AAUI mematuhi putusan MK soal pembatalan klaim asuransi sepihak

Ketua AAUI Budi Herawan (kedua dari kiri) menyampaikan keterangan dalam konferensi pers terkait Putusan MK Nomor 83/PUU-XXII/2024 di Jakarta, Selasa (7/1/2025). ANTARA/Uyu Septiyati Liman.

Jakarta (ANTARA) - Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan menyampaikan bahwa pihaknya menghormati dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 83/PUU-XXII/2024 yang melarang pembatalan klaim asuransi secara sepihak.

“AAUI menghormati semua proses hukum yang telah berlangsung dan akan mematuhi putusan ini sebagai bagian dari hukum yang berlaku di Indonesia,” ujar Budi Herawan di Jakarta, Selasa.

Ia menyatakan bahwa proses hukum terkait permasalahan pembatalan klaim asuransi secara sepihak tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak, termasuk penyedia jasa asuransi, nasabah, serta regulator.

“Ini nantinya harus sama-sama mengintrospeksi diri, baik dari sisi customer atau pemegang polis maupun dari sisi kami juga sebagai perusahaan asuransi atau penanggung,” katanya.

Budi mengatakan bahwa pihaknya belum dapat memproyeksikan sejauh apa dampak dari putusan tersebut bagi industri perasuransian. Namun, ia optimis bahwa putusan tersebut tidak akan berdampak besar.

Pihaknya juga berharap keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut dapat membawa dampak positif bagi perkembangan industri asuransi di Indonesia.

“Kami percaya bahwa dengan implementasi yang tepat, keputusan ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi atau perasuransian,” ucapnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengucapan Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024 dalam perkara Pengujian Materiil Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pada Jum’at (3/1).

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa norma Pasal 251 KUHD yang dimohonkan oleh pemohon inkonstitusional bersyarat.

“Menyatakan norma Pasal 251 KUHD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, ‘termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan’,” ucap Ketua MK Suhartoyo.

Pasal 251 KUHD menyatakan, “Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal”.

Baca juga: DPR: Putusan Parliamentary Treshold juga jadi bahan revisi UU

Dalam perkara ini AAUI hanya bertindak sebagai ad informandum atau pihak yang hak dan/atau kewenangannya secara tidak langsung terkait pokok permohonan.

Perkara ini dimohonkan oleh Maribati Duha, ahli waris dari penerima manfaat atas nama Alm. Sopan Santun Duha, dengan tertanggung/pemegang polis atas nama Alm. Latima Laia, yang terdaftar sebagai pemegang polis asuransi jiwa dari PT Prudential Life Assurance (Prudential) sejak 25 November 2013.

Baca juga: Pemerintah mempelajari putusan MK soal "presidential threshold"

Kuasa Hukum Pemohon Eliadi Hulu menuturkan bahwa Pasal 251 KUHD dapat dimanfaatkan guna menghindari pertanggungjawaban atas kesalahan atau kelalaian yang dibuat oleh tim internal perusahaan asuransi itu sendiri.

Kelalaian dimaksud antara lain underwriting ulang atau seleksi risiko yang merupakan proses penaksiran dan penggolongan tingkat risiko yang ada pada seorang calon tertanggung.