Pemimpin mengeluh, Rakyat kecil berjuang tanpa akhir di tengah ketidakadilan

id pemimpin mengeluh,rakyat kecil,berjuang,ketidakadilan Oleh Amin Rais *)

Pemimpin mengeluh, Rakyat kecil berjuang tanpa akhir di tengah ketidakadilan

Penulis adalah Sekretaris Umum PC IMM Kabupaten Dompu Amin Rais (ANTARA/HO-Amin Rais)

Dompu (ANTARA) - Dalam hitungan bulan, seorang pemimpin negara mengeluhkan beratnya beban kekuasaan. Retorikanya terdengar heroik, seolah pengorbanan itu adalah tugas mulia yang harus ia tanggung demi rakyat. Namun, di balik keluhan tersebut, saya bertanya: pernahkah ia, walau sejenak, merasakan beratnya hidup rakyat kecil yang harus bertahan melawan ketidakadilan sepanjang hayatnya?

Narasi keadilan di negeri ini sering kali terasa seperti sandiwara yang menyakitkan. Di Yogyakarta, seorang petani sederhana yang hanya mencuri lima potong kayu senilai dua juta rupiah untuk menyambung hidup diancam hukuman lima tahun penjara. Di sisi lain, seorang Warga Negara Asing mencuri emas dan perak melalui tambang ilegal, tetapi dengan mudahnya divonis bebas tanpa beban. Ironi ini semakin mencolok ketika kita melihat kasus korupsi senilai tiga ratus triliun hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara.

Ketimpangan ini terlalu vulgar untuk diabaikan. Peradilan di negeri ini telah menjadi tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Hukum seakan hanya menjadi alat pemukul bagi rakyat kecil, namun melunak ketika berhadapan dengan mereka yang memiliki kuasa dan kekayaan. Dalam bayang-bayang ketidakadilan seperti ini, sila kelima Pancasila, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," terasa hanya sebagai utopia. Ia sekadar menjadi jargon yang menggantung tinggi di langit konstitusi tanpa pernah benar-benar menyentuh realita kehidupan rakyat kecil.

Ketika seorang pemimpin mengeluh di podium tentang beratnya memimpin sebuah negara, saya ingin bertanya: pernahkah ia lelah memikirkan nasib petani, buruh, dan rakyat kecil yang terhimpit oleh sistem yang tidak adil? Pernahkah ia merasakan sakitnya ketidakberdayaan saat keadilan tidak lagi menjadi milik semua, melainkan hanya menjadi hak segelintir orang?

Keadilan sosial di negeri ini mungkin telah mati. Yang tersisa hanyalah kemunafikan yang hidup di bawah penderitaan rakyat kecil. Oleh karena itu, sebagai generasi muda, khususnya kami dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), kami menyerukan bahwa perjuangan untuk keadilan harus terus dinyalakan. Kita tidak boleh menyerah pada ketidakadilan yang telah menjadi tradisi sistemik.

Kami mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya mahasiswa dan kaum intelektual muda, untuk bangkit dan menyuarakan kebenaran. Karena keadilan bukanlah hadiah, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan. Mari kita jadikan sila kelima bukan sekadar retorika, tetapi sebuah realita yang dapat dirasakan oleh setiap rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.

Semoga suara ini tidak hanya menjadi angin lalu, tetapi mampu membangkitkan semangat perubahan yang lebih besar. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukan hanya mimpi, tapi cita-cita yang harus kita wujudkan bersama.

*) Penulis adalah Sekretaris Umum PC IMM Kabupaten Dompu