NTB lanjutkan program pengentasan buta aksara nol

id buta aksara

NTB lanjutkan program pengentasan buta aksara nol

Ilustrasi (net) (1)

Mataram (Antaranews NTB) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat berencana melanjutkan program buta aksara nol (Absano) yang sempat terhenti.

"Program Absano yang dirintis Gubernur NTB terdahulu dirasa efektif untuk mengatasi angka buta huruf yang kembali meningkat akhir-akhir ini di provinsi ini," kata Wakil Gubernur NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah di Mataram, Jumat.

Dikatakan, raihan angka buta aksara usia 15-59 tahun provinsi NTB yang berada pada peringkat kedua tertinggi nasional di bawah provinsi Papua sebagai pemenang pertama, karena usia-usia yang tidak produktif kembali lagi mereka tidak membaca lagi.

"Itu artinya, pembinaan kita tidak berjalan lagi, sehingga perlu ada kelanjutan program. Salah satunya kita gaungkan kembali program Absano untuk memberantas angka buta huruf itu," ucapnya.

Ia mengaku, rilis data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS), serta Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan yang menyembutkan raihan provinsi NTB sebesar 7,91 persen. Sehingga berada pada peringkat kedua, justru diragukannya.

Pasalnya, kata Rohmi, jika merujuk program pendidikan NTB, yakni wajar 12 tahun, justru anak-anak usia produktif di wilayah NTB, umumnya banyak yang bersekolah hingga SMA.

"Kalaupun ada yang drop out saat sekolahnya, itu karena mereka melakukan pernikahan. Jadi, saya bukan menyalahkan data dari BPS dan Kemendilbud, tapi kita perlu tahu pola yang digunakan untuk merilis angka buta aksara itu," ujar Wagub.

Terkait, usia 15-59 tahun yang dijadikan acuan untuk menyuguhkan data raihan NTB berada pada peringkat kedua angka tertinggi buta aksaranya. Menurut Rohmi, harus dijadikan acuan agar bagaimana penanganan buta aksara di NTB harus dilakukan secara bersama-sama dengan sejumlah pihak terkait.

Selain itu, lanjut Rohmi, diperlukan sinergitas antara bupati di NTB yang wilayahnya masuk katagori tertinggi angka buta aksaranya. Salah satunya di Sumbawa Barat.

"Memberantas buta aksara itu butuh kesadaran. Disitu, masyarakat harus juga terlibat aktif karena tidak bisa hanya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) saja yang bekerja untuk melakukannya," terang Wagub.

"Saya meyakini, angka buta aksara kita naik karena pembinaan kita terputus, dan bukan usia produktif. Jadi, pembinaanya agar mereka bisa baca lagi perlu kita lakukan terus menerus," katanya.

BPS serta Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud merilis angka buta aksara usia 15-59 tahun di Indonesia baru-baru ini dilihat dari masing-masing provinsi masih terdapat 11 provinsi memiliki angka buta huruf di atas angka nasional.

Ke-11 provinsi itu Papua (28,75 persen), NTB (7,91 persen), NTT (5,15 persen), Sulawesi Barat (4,58 persen), Kalimantan Barat (4,50 peren), Sulawesi Selatan (4,49 persen), Bali (3,57 persen), Jawa Timur (3,47 persen), Kalimantan Utara (2,90 persen), Sulawesi Tenggara (2,74 persen), dan Jawa Tengah (2,20 persen). Sedangkan 23 provinsi lainnya sudah berada di bawah angka nasional.

Jika dilihat dari perbedaan gender, tampak bahwa perempuan memiliki angka buta aksara lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki dengan jumlah, yakni 1.157.703 orang laki-laki, dan perempuan 2.258.990 orang.