Mataram, 2/9 (ANTARA) - Wali Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) H. Moh. Ruslan SH menyesalkan kasus pemukulan dua wartawan saat meliput razia warung yang buka di bulan puasa yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Mataram (1/9).
Kepada wartawan di Mataram, Rabu, dia menjelaskan, pemukulan terhadap dua wartawan yang sedang bertugas tersebut merupakan perbuatan yang biadab dan harus diselesaikan melalui jalur hukum.
Dua wartawan televisi yang mengalami pemukulan yakni Yosibio dari Trans TV dan Herman Zuhdi dari TVOne. Mereka dianiaya sejumlah preman saat meliput razia warung makan di Jalan Ismail Marzuki Mataram.
Wali Kota Mataram sebelumnya telah mengeluarkan surat edaran yang isinya semua warung, tempat hiburan, dan restoran tutup pada siang hari selama bulan puasa, namun surat edaran tersebut tampaknya tidak dipatuhi.
"Pemerintah kota masih menolerir tindakan para pedagang, karena mereka mencari sesuap nasi, tapi jika kejadian itu terulang kembali, maka semua warung yang ada di daerah tersebut yang jumlahnya lebih dari 30 akan dibersihkan," katanya.
Salah seorang wartawan TVRI yang luput dari pemukulan para preman ketika meliput razia tersebut, Burhanudin mengatakan, sejak awal sudah curiga akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Ia mensinyalir hal itu, karena puluhan orang yang diduga preman itu berdiri di dekat warung sambil membawa kayu atau tongkat, bahkan mereka sempat berkata, "Saya akan pecahkan kepala wartawan."
Preman pemukul Yosi dan Herman ketika sedang mengambil gambar orang yang sedang makan dan piring bekas makanan, tiba-tiba memegang leher Yosi dari belakang sambil memukul muka, lalu Herman juga mengalami nasib yang sama.
"Melihat kejadian itu, saya langsung memasukkan kamera ke tas sambil membuka simbol TVRI yang ada di baju, sementara wartawan Metro TV sudah lari duluan untuk menyelamatkan diri," katanya.
Sementara Herman Zuhdi tidak hanya dipukul, tapi kameranya pun diambil dan kasetnya dirusak, sedangkan wartawati Radar Lombok hanya didorong keluar rumah oleh kelompok preman itu.
Lebih dari 10 orang anggota Satpol PP yang merupakan gabungan antara Satpol PP Kota Mataram dan Provinsi NTB yang melakukan razia tidak bisa berbuat banyak atas kasus pemukulan tersebut.
Sebelumnya, ada informasi bahwa pemukulan terjadi saat Satpol PP sudah meninggalkan lokasi, ternyata hal itu tidak benar, karena Satpol PP masih ada di tempat, bahkan sempat dielus-elus oleh preman.
"Dengan kejadian itu, seolah-olah ada kesan Satpol PP melindungi pedagang warung yang jualan pada siang hari di bulan puasa," katanya.(*)