IFC BANTU PETANI NTB TINGKATKAN PRODUKTIVITAS

id

          Lombok Tengah, NTB, 13/10 (ANTARA) - Lembaga finansial Bank Dunia atau International Finance Corporation (IFC) membantu petani kacang tanah di Nusa Tenggara Barat (NTB) meningkatkan produktivitas dan pendapatannya melalui teknologi pertanian modern.

         "Kami percaya dengan mengembangkan praktik-praktik bercocok tanam yang tepat dengan memperkuat mata rantai tata niaga pengadaan bahan pokok, maka petani kacang tanah di NTB akan mampu meningkatkan produktivitasnya," kata Program Manager IFC untuk Agribisnis Linkages, Ernest E. Bethe, di Pringgarata, Lombok Tengah, Selasa.

          Ernest menyatakan keyakinannya bahwa petani kacang tanah NTB akan mampu meningkatkan produktivitasnya hingga mampu memenuhi permintaan nasional.

         Menurut dia, saat ini Indonesia masih mengimpor kacang tanah untuk memenuhi permintaan industri makanan ringan, dalam jumlah yang semakin meningkat sejak tiga tahun terakhir ini.

         Pada tahun 2008, nilai impor kacang tanah sekitar Rp10 triliun atau hampir setara dengan Rp100 juta dolar AS.

         Namun, Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan produksi kacang tanah hingga mampu memenuhi kebutuhannya di masa mendatang.

         "Hal itu membuka peluang bagi para petani di NTB untuk dapat memenuhi permintaan tersebut," ujar Ernest.  

    Pada kesempatan itu, selain berdialog dengan petani kacang tanah, IFC dan mitranya SADI (Smallholder Agribusiness Development Initiative) dan AusAID (Australian Agency for International Development) serta Garuda Food juga menunjukkan kepada petani cara meningkatkan produktivitas dan pendapatan.

         Garuda Food menggelar teknologi pertanian modern yang menampilkan peralatan teknis untuk meningkatkan produksi melalui cara bercocok tanam yang tepat.

         Pertemuan tersebut diakhiri dengan demonstrasi teknologi antara lain penerapan metoda rampek dalam proses panen kacang tanah.

         Program pengembangan kacang tanah itu merupakan bagian dari SADI yakni  program yang diprakarsai oleh AusAID.

         SADI didesain untuk menangani hal dan kendala yang berhubungan dengan produksi pertanian dan kemiskinan di pedesaan, yang difokuskan pada Kawasan Timur Indonesia (KTI) dimana pertanian merupakan sumber utama perekonomian tetapi produktivitas dan pertumbuhannya sangat rendah.

         Tahap pertama dilaksanakan selama 3,5 tahun yang dimulai sejak pertengahan tahun 2006 hingga akhir 2009. Wilayah pengembangannya di empat provinsi yakni NTB, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara pada 30-35 kecamatan target.

         Sejauh ini, SADI diimplementasi melalui tiga program yang cukup sukses dilaksanakan di Indonesia yakni Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), IFC dan Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR).(*)