Eks Dirut BUMD Lombok Barat jadi tersangka dugaan korupsi gedung LCC

id kejati ntb,kasus lcc,pt tripat,bumd lobar,tersangka korupsi lcc

Eks Dirut BUMD Lombok Barat jadi tersangka dugaan korupsi gedung LCC

Kajati NTB Arif (tengah) didampingi Wakajati NTB Anwarudin (kanan) bersama para asisten dan jajaran dalam jumpa persnya di Kantor Kejati NTB, Senin (9/12/2019). (ANTARA/Dhimas BP)

Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat, mengungkap peran tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung pusat perbelanjaan Lombok City Center (LCC) yang berada di atas lahan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.

Kepala Kejati NTB Arif dalam jumpa persnya di Mataram, Senin, mengatakan, tersangka yang ditetapkan berdasarkan hasil gelar perkaranya itu adalah mantan Direktur Utama (Dirut) PT Patut Patuh Patju (Tripat), berinisial LAS.

"Untuk tersangka, kita tetapkan satu orang, inisialnya LAS," kata Arif dalam jumpa persnya di Kantor Kejati NTB dengan didampingi Wakajati NTB Anwarudin bersama para asisten dan jajarannya.

Sebagai tersangka, LAS diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan modus penyimpangan dalam mengelola aset Pemerintah Kabupaten Lombok Barat berupa lahan seluas 8,4 hektare.

Lahan yang merupakan aset Pemerintah Kabupaten Lombok Barat itu diberikan kepada PT Tripat di Tahun 2013 dengan adanya penyertaan modal senilai Rp1,7 miliar.

Ketika aset beserta penyertaan modalnya bergulir di tahun 2013, LAS berperan sebagai Dirut PT Tripat, sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dari Kabupaten Lombok Barat.

"Jadi dalam konstruksi kasusnya, ada pembangunan gedung di atas lahan tersebut, di situ ada penyertaan modal, itu yang disalahgunakan," ujarnya.

Penyalahgunaannya, kata dia, dikuatkan dengan hasil penghitungan inspektorat yang menemukan adanya kekurangan dalam penggunaan anggaran pembangunan gedung pusat perbelanjaan tersebut.

Nilai bangunan yang kemudian tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh pihak pengelola itu besarannya mencapai angka Rp600 juta dari jumlah penyertaan modal Rp1,7 miliar.

"Jadi nilai itu (Rp600 juta) adalah hasil audit internal APIP dari inspektorat," ucap dia.