Mataram (ANTARA) - Juru Bicara Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Efrien Saputera mengatakan bahwa gugatan perdata PT Lombok Plaza kepada Pemerintah Provinsi NTB terkait dengan pembangunan dan pengelolaan NTB Convention Center (NCC) tidak memengaruhi penyidikan yang sedang berjalan.
"Itu 'kan persoalan perdata antara kedua belah pihak, itu enggak ada pengaruh, penyidikan tetap berjalan," kata Efrien Saputera di Mataram, Senin.
Dalam perkembangan penyidikan, kejaksaan masih melakukan serangkaian kegiatan pemeriksaan saksi. Saksi terakhir yang terkonfirmasi menjalani pemeriksaan adalah mantan Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Nusa Tenggara Barat Wildan.
Kejati NTB menetapkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan berdasarkan penerbitan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Nomor: PRINT-09/N.2/Fd.1/10/2024 tanggal 02 Oktober 2024.
Baca juga: Kejaksaan selidiki kasus korupsi dana jaminan pembangunan NTB NCC
Efrien mengemukakan bahwa peningkatan status penanganan perkara masuk ke tahap penyidikan usai pihaknya menemukan bukti kuat adanya mensrea (niat jahat) melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan adanya indikasi kerugian keuangan negara.
Indikasi kerugian keuangan negara dalam kasus ini muncul dari proses kerja sama antara Pemprov NTB dan PT Lombok Plaza sebagai pelaksana pembangunan dan pengelolaan NCC.
PT Lombok Plaza menggugat secara perdata Pemprov NTB di Pengadilan Negeri Mataram. Gugatan tersebut teregister dengan Perkara Nomor: 356/Pdt.G/2024/PN Mtr tertanggal 6 Desember 2024.
Dalam petitum gugatan, penggugat menyatakan tergugat telah melakukan wanprestasi dalam perjanjian.
Baca juga: Kejati NTB gandeng akuntan publik hitung kerugian kasus korupsi NCC Mataram
Aset Pemprov NTB yang menjadi objek kerja sama berupa lahan seluas 31.963 meter persegi di Kota Mataram dengan Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 1 tertanggal 28 Mei 2024 itu dinyatakan sah dan berharga dalam status sita jaminan.
Penggugat kemudian meminta agar hakim pengadilan menghukum tergugat mengganti kerugian materiel yang dialami penggugat sebesar Rp17,5 miliar.
Adanya putusan perdata ini diminta agar dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum verzet, banding maupun kasasi dari pihak tergugat.
Aset Pemprov NTB berupa lahan seluas 31.963 meter persegi yang dikerjasamakan dengan PT Lombok Plaza untuk pembangunan NCC ini bertujuan untuk wadah kegiatan konvensi bertaraf internasional.
Baca juga: Kejaksaan tingkatkan penanganan kasus korupsi NCC Mataram ke tahap penyidikan
Pada awalnya, Pemprov NTB melakukan kerja sama pembangunan serta pengelolaan dengan PT Indosinga Invetama Lombok.
Dalam rancangan PT Indosinga Invetama Lombok, pembangunan gedung NCC yang menempati lahan pemerintah seluas 3,2 hektare di Kota Mataram tersebut bernilai Rp384 miliar.
Perusahaan yang bermarkas di Bali itu merupakan milik seorang warga negara asing dari Singapura. Kerja sama yang terbangun menggunakan sistem Build on Operate Transfer (BOT) atau bangun kelola dan alih milik selama 30 tahun.
Dari kontrak kerja sama yang kala itu ditandatangani Gubernur NTB T.G.H. Muhammad Zainul Majdi dengan Direktur PT Indosinga tersebut, Pemprov NTB bakal mendapatkan kompensasi Rp12 miliar.
Namun, usai perjanjian, pembangunan tidak berjalan sesuai dengan kesepakatan. Menurut kabar, Direktur PT Indosinga Lim Chong Siong meninggal sehingga kerja sama tersebut tidak berlanjut.
Akhir April 2013, Pemprov NTB mengumumkan pemenang tender proyek pembangunan NCC bernilai Rp360 miliar, yakni PT Lombok Plaza yang berbasis di Bali dan Lombok.
Baca juga: Kejati NTB periksa secara maraton saksi kasus korupsi NCC di Mataram
PT Lombok Plaza mengalahkan saingannya PT Blitz Property yang berbasis di Jakarta. Kedua investor itu merupakan bagian dari delapan investor yang menjalani beauty countes yang diselenggarakan Pemprov NTB di akhir 2012.
Sebagai pemenang tender, PT Lombok Plaza mengambil alih pengelolaan aset milik Pemprov NTB tersebut dengan merobohkan bangunan yang sebelumnya telah terbangun oleh PT Indosinga. Bangunan tersebut adalah Laboratorium Kesehatan dan kantor Palang Merah Indonesia (PMI).
Hingga saat ini diketahui kawasan itu masih dalam bentuk lahan kosong. Muncul dugaan proyek kerja sama dengan PT Lombok Plaza mangkrak atau tidak berjalan sesuai dengan perjanjian.