Jakarta (ANTARA) - Ketua Keluarga Alumni Fakultas Hukum Gadjah Mada (Kahgama) Otto Hasibuan berharap aparat kepolisian untuk mengusut tuntas pelaku teror ancaman pembunuhan terhadap mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) dan dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
“Teror merupakan bentuk tindakan kriminal juga dapat membungkam kebebasan berpendapat dan kebebasan mimbar yang diatur dalam undang-undang dasar,” kata Ketua Alumni Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Prof. Otto Hasibuan, dalam keterangan tertulis, Minggu.
Sebelumnya, pelaksana kegiatan diskusi mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum UGM mendapatkan ancaman teror akan dibunuh oleh orang tak dikenal.
Menurut Otto, diskusi tersebut sepanjang tidak ada yang bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan kesusilaan maka itu sah dan tidak boleh dilarang.
Otto menceritakan pengalamannya sewaktu menjadi utusan UGM mengikuti diskusi dalam acara peringatan Konferensi Asia Afrika yang diadakan Universitas Padjajaran pada tahun 1979 di Bandung.
Ia ketika masih menjadi mahasiswa pernah diutus oleh Rektor UGM Prof. Sukaji Ranuwihardjo mewakili UGM menghadiri acara diskusi di Unpad Bandung pada acara peringatan KAA di Bandung.
“Bahkan, saya dibiayai oleh universitas dengan memberikan biaya tiket kereta api, padahal rektor tahu kita mahasiswa tetap saja kritis terhadap pemerintah pada waktu itu. Artinya, universitas sangat menghormati kebebasan berpendapat dan mendorong kreativitas mahasiswa dalam menuntut ilmu,” kata Otto.
Lebih lanjut Otto menegaskan bahwa kepolisian harus cepat bertindak mengungkap para pelaku teror tersebut karena dapat merusak citra Pemerintah dan dapat mencederai hukum dan keadilan.
“Ini kalau tidak diungkap cepat akan merugikan nama baik pemerintahan Presiden Jokowi dan kepolisian, terlebih lagi pola terornya juga sama dengan teror terhadap wartawan. Apakah itu dilakukan oleh pihak yang sama? Ini perlu diusut,” kata Otto.
Dekan Fakultas Hukum UGM Prof. Sigit Riyanto menjelaskan secara perinci ancaman pembunuhan yang disampaikan orang tak dikenal terhadap pelaksanaan kegiatan hingga kepada keluarganya.
Menurut Sigit, ancaman itu muncul sehari sebelum pelaksanaan kegiatan diskusi, yang rencananya digelar pada tanggal 29 Mei 2020.
“Pada tanggal 28 Mei 2020 malam, teror dan ancaman mulai berdatangan kepada nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, pembicara, moderator, serta narahubung. Berbagai teror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta ketua komunitas CLS," ungkap Sigit Riyanto dalam keterangan tertulis sebelumnya.
Bentuk ancaman yang diterima beragam, mulai dari pengiriman pemesanan ojek daring ke kediaman penerima teror, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka.
Berita Terkait
Pendekatan holistik penting untuk solusi Palestina-Israel
Kamis, 9 Mei 2024 17:33
UGM pastikan perhatikan kesehatan mental calon dokter spesialis
Kamis, 18 April 2024 5:26
Pakar UGM sebut konten kampanye politik di medsos perlu diatur UU
Sabtu, 23 Maret 2024 7:36
Moeldoko sebut jangan selesaikan dugaan kecurangan dengan "cara jalanan"
Rabu, 13 Maret 2024 18:21
Fisipol UGM dan UIN Mataram jajaki kerja sama pengembangan iptek
Kamis, 7 Maret 2024 23:37
AI dan big data bisa percepat pengembangan obat baru
Sabtu, 10 Februari 2024 12:05
Wamenkominfo sebut keterampilan digital dasar wajib dimiliki mahasiswa
Selasa, 23 Januari 2024 21:15
Materi pertanian perlu masuk kurikulum sekolah dasar
Jumat, 12 Januari 2024 6:45