Sumbawa Barat (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Abidin Nasar mengkritik sikap pemerintah daerah terkait status gaji untuk 3.182 orang tenaga sukarela masih mengambang dan tidak jelas.
"DPRD sampai saat ini tidak tahu pos anggaran mana yang akan digunakan pemerintah daerah membayar gaji tenaga sukarela tersebut. Tidak ada peraturan yang membenarkan pemerintah daerah dapat membayar gaji mereka," kata Abidinvdi Taliwang, Sumbawa Barat, Jumat.
Abidin sebagai anggota Fraksi PKS dan panitia anggaran menilai pemerintah daerah begitu berani memaksakan anggaran gaji ribuan orang tenaga sukarela tanpa dasar atau aturan yang jelas.
"Dalam pembahasan APBD perubahan terbaru, pemerintah mencoba menyelipkan anggaran yang katanya pengganti uang transportasi tenaga sukarela, tanpa ada kejelasan posnya dalam APBD murni. Padahal, acuan APBD perubahan adalah koreksi atau penambahan APBD dari murni," katanya.
Pengangkatan tenaga sukarela itu bertentangan dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 48/2005 tentang Pengangkatan Pegawai Honorer masuk jadi CPNS.
Ia mengatakan dalam pasal itu disebutkan setelah masuk dalam "data base", pemerintah daerah dilarang mengangkat kembali tenaga honorer, sedangkan pegawai tidak tetap termasuk tenaga sukarela.
"Ini juga dikuatkan surat edaran bupati nomor 814/640/BKD/2009 tentang pelarangan pengangkatan pegawai kontrak, honorer dan pegawai sukarela di lingkup pemerintah daerah," katanya.
Pemerintah daerah, kata dia, terkesan memaksakan mengangkat tenaga sukarela dan melanggar kebijakannya sendiri, apalagi dilakukan tanpa kejelasan aturan.
Menurut dia DPRD juga menerima laporan bahwa gaji tenaga sukarela ini akan diambil dari pos anggaran pendidikan gratis.
"Itu khusus di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) saja. tetapi tetap tidak boleh, subsidi pendidikan gratis posnya jelas, bukan bersifat sukarela tetapi subsidi pendidikan untuk pelajar di Sumbawa Barat," katanya.
Ia menambahkan semua ini sudah melanggar, dan DPTD kasihan sama rakyat. Tidak boleh hanya dengan alasan kemanusiaan, semua peraturan ditabrak dan dilanggar. Kebijakan ini terkesan dipaksakan.
Pengamat hukum dan birokrasi Nusa Tenggara Barat Agusfian Wahab menilai kebijakan pengangkatan dan pemberian gaji tenaga sukarela bertentangan dengan mekanisme keuangan.
"Di undang-undang pegawai tidak diatur tenaga sukarela berikut pos anggaran dalam APBD. Kebijakan itu tidak konstitusional," katanya.
Menurut dia semua itu termasuk dalam penyalahgunaan keuangan daerah. "Itu patut diduga korupsi," katanya.
Pengangkatan ribuan orang tenaga sukarela dilakukan sebelum pemilihan kepala daerah pada 26 April 2010. Ketika itu surat keputusan pengangkatan ribuan tenaga tenaga sukarela ini diterbitkan badan kepawaian daerah (BKD) setelah disetujui Bupati Sumbawa Barat..
Namun setelah memasuki pertengahan 2010, gaji mereka belum dibayar karena diduga terjadi tarik ulur aturan dan pos anggaran yang tepat untuk membayarnya. (*)