Saat Perdana Menteri "Kekaisaran" Sunda Empire jadi pesakitan di pengadilan

id Sunda Empire, didakwa, keonaran, hoaks, PN Bandung

Saat Perdana Menteri "Kekaisaran" Sunda Empire jadi pesakitan di pengadilan

Sidang perdana kasus hoaks Sunda Empire digelar secara daring, di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (18/6/2020). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

Bandung (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mendakwa tiga petinggi kekaisaran fiktif Sunda Empire telah menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran di tengah masyarakat.

Tiga petinggi Sunda Empire itu, yakni Nasri Banks sebagai Perdana Menteri, Raden Ratnaningrum sebagai Kaisar, dan Ki Ageng Ranggasasana sebagai Sekretaris Jenderal.

Selain membuat keonaran, jaksa juga mendakwa mereka telah merusak keharmonisan masyarakat Sunda.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata Jaksa Kejati Jawa Barat Suharja, di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Kamis.

Jaksa mejelaskan, kerajaan fiktif itu didirikan oleh terdakwa Nasri Banks bersama Ratnaningrum sejak tahun 2003. Namun pada saat itu, mereka belum merekrut anggota untuk bergabung.

Perekrutan anggota itu, kata jaksa, terjadi selama kurun waktu tahun 2007 hingga 2015. Anggota yang dihimpun mereka, menurut jaksa hingga mencapai 1.500 orang.

Untuk menjadi anggota Sunda Empire, para calon anggota cukup menyerahkan identitas kartu tanda penduduk dan foto identitas. Lalu mereka merancang kartu tanda pengenal Sunda Empire yang memiliki biaya Rp100 ribu, serta seragam Sunda Empire yang biayanya Rp600 ribu.

"Seluruh biaya tersebut dibebankan kepada anggota," kata jaksa pula.

Menurut jaksa, meski para terdakwa mengetahui secara sadar bahwa Sunda Empire bukan merupakan bagian dari sejarah, namun para terdakwa selalu menyampaikan hal tersebut dalam setiap acara pertemuan dengan anggotanya.

"Hal tersebut dilakukan oleh para terdakwa dengan maksud untuk menerbitkan atau menimbulkan keonaran dan kegaduhan di masyarakat, khususnya masyarakat Sunda, karena pemberitaan bohong tersebut bagi sebagian masyarakat menganggap benar adanya," kata dia.

Atas perbuatan tersebut, ketiga terdakwa oleh jaksa didakwa dengan tiga pasal. Pertama, yakni Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, lalu Pasal 14 (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan ketiga Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.