Padang (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia Sumatera Barat menilai isu aturan memakai jilbab bagi siswa di SMKN 2 Padang terlalu dibesar-besarkan
"Saya melihat ada tokoh-tokoh di Jakarta yang begitu gampang menuduh ini antikebhinekaan, intoleran, pertanyaannya apakah mereka sudah mendengarkan kronologisnya ," kata Ketua MUI Sumbar Gusrizal di Padang, Senin.
Ia mengingatkan sejumlah pihak di Jakarta mengenai polemik aturan memakai jilbab di SMKN 2 Padang untuk mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang sebelum berkomentar dengan mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya
"Saya sendiri telah konfirmasi ke pihak pemerintah daerah apa yang sebenarnya terjadi di SMKN 2 Padang," kata dia.
Ia menyesalkan orang yang berkomentar ada pemaksaan pakai jilbab terhadap siswi non Muslim di Padang dan mempertanyakan di mana unsur pemaksaan itu dan dari mana muncul istilah pemaksaan itu.
"Coba buktikan orang yang menuduh ini pemaksaan. Jadi saya melihat ini bukan hanya perkara SMK saja, ini ada masalah lain yang ditujukan ke Sumatera Barat," katanya.
Sementara Pengamat Hukum Universitas Bung Hatta Padang Miko Kamal, Phd mengemukakan ia termasuk pihak yang tidak setuju dengan aturan keharusan memakai jilbab bagi semua siswi.
"Pertama, perempuan Muslim dan non Muslim, kok, disamakan. Harusnya memang ada pembeda. Biar kalau bertemu di jalan, muslim lainnya bisa membedakan, kemudian perintah menutup kepala rapat-rapat kan memang hanya untuk para Muslimah saja," kata dia.
Akan tetapi ia tidak yakin kebijakan Kepala SMK Negeri 2 Padang itu sedang menjalankan program Islamisasi di sekolahnya.
"Perasaan saya, ini kebijakan teknis saja. Teknis merapikan semua murid yang datang ke sekolah. Tanpa terkecuali. Ini, nampaknya, terjemahan dari kebijakan berseragam di sekolah-sekolah kita," kata dia.
Akan tetapi menurutnya , kebijakan teknis itu dianggap serius oleh kelompok tertentu. Saking seriusnya, Kepala sekolah dianggap melanggar HAM mengganggu kebebasan beragama. Bahkan dijadikan bukti baru bahwa orang Sumbar semakin intoleran.
Padahal ia memastikan kehidupan sosial orang Sumbar tidak seperti itu. Di Padang, warga pondok bebas ke gereja atau vihara. Warga Tionghoa pun tidak segan meminta jatah beras ke masjid.
Sebelumnya Kepala SMKN 2 Padang Rusmadi menyampaikan pihaknya tidak ada memaksa siswi memakai jilbab dan yang dilakukan hanya untuk keseragaman berpakaian di sekolah itu pun jika siswi bersedia.
Ia menegaskan sekolah menghargai keberagaman keyakinan. Bahkan ia sempat mengatakan kepada para guru ada seorang siswa yang tidak seragam berpakaian dan jangan ada yang mengusik siswa tersebut.*
Berita Terkait
Pemkot Mataram berikan kewenangan sekolah jual seraga lewat koperasi
Jumat, 5 Juli 2024 17:57
Tahun ajaran baru berkah bagi para penjahit di Mataram
Sabtu, 29 Juni 2024 15:07
Disdik: Tidak ada perubahan seragam di Mataram tahun ajaran baru
Jumat, 26 April 2024 14:38
Disdik Mataram mengingatkan sekolah tidak jual seragam
Jumat, 14 Juli 2023 17:23
Ombudsman NTB ingatkan sekolah tak jual pakaian seragam
Senin, 19 Juni 2023 16:35
Demi seragam sekolah, Maickhel dan anak terombang-ambing 2 hari di perairan Salawati
Minggu, 4 Juni 2023 22:25
Pemkot Mataram mengimbau sekolah kumpulkan seragam untuk disumbangkan
Kamis, 25 Mei 2023 18:37
PMI : Anak-anak korban kebakaran Depo Pertamina butuhkan seragam sekolah
Minggu, 5 Maret 2023 16:34