KBRI MALAYSIA DAN APJATI NTB SAMAKAN PERSEPSI PERLINDUNGAN TKI

id

     Mataram, 2/4 (ANTARA) - Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia dan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Nusa Tenggara Barat, menggelar pertemuan koordinasi di Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Sabtu, guna menyamakan persepsi tentang perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

     Pertemuan tersebut dihadiri lebih dari 60 orang pengelola Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang juga pengurus Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Nusa Tenggara Barat (NTB).

     Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia diwakili oleh Atase Ketenagakerjaan Agus Triyanto A.S., sebagai pembicara utama dalam temu koordinasi terkait perlindungan TKI itu.

     Sementara dari Apjati NTB selain ketuanya H. Muazzim Akbar, juga hadir sejumlah pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Apjati NTB, yang juga pengelola PPTKIS.

     Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Mataram, Komang Subadra, juga menghadiri pertemuan koordinasi itu.

     Agus Triyanto mengatakan, diperlukan kesamaan persepsi dalam melaksanakan pengiriman TKI dengan cara-cara yang elegan dan sesuai harapan berbagai kalangan.

     "Dengan begitu, mekanisme perlindungan TKI dapat berjalan lebih optimal, dan pihak-pihak terkait dapat bekerja tenang dan damai," ujarnya.

     Pada kesempatan itu, Agus memaparkan tujuh kebijakan KBRI di Malaysia terkait jaminan perlindungan TKI, yang perlu dipahami pengurus Apjati NTB beserta pengelola PPTKIS.

     Tujuh kebijakan yang harus dipatuhi, yakni wajib membuat "demand letter" (surat permintaan), "master contract" (pembuatan MoU antara perusahaan di Indonesia dan mitranya di Malaysia), "stakeholder assesment" (pengujian), "list of employee process" (laporan penyiapan TKI).

     Juga implementasi undang-undang yang berlaku yakni Undang Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, menyiapkan laporan rutin dan penandatanganan "demand letter" yang harus dilakukan langsung oleh direktur utama perusahaan yang bersangkutan.

     "Tujuh kebijakan KBRI itu harus dilaksanakan agar hak dan kewajiban masing-masing berjalan secara baik dan benar. Pemerintah juga akan dapat memantau perkembangan TKI di Malaysia," ujarnya.

     Menurut Agus, KBRI di Malaysia dan Apjati di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Provinsi NTB, perlu menjalin sinergitas dalam mengatur mekanisme pengiriman TKI ke Malaysia, sekaligus mengeliminir permasalahan yang berkaitan dengan TKI.

     Karena itu, ia berharap dengan pertemuan koordinasi itu maka akan tercipta jalinan kerja sama yang harmonis antara KBRI di Malaysia dengan Apjati NTB dalam memberikan perlindungan terhadap para TKI asal Lombok dan Sumbawa.

     "Tentu KBRI di Malaysia juga akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait di Malaysia, dan menjembatani upaya koordinasi pengirim dan penerima TKI, agar lebih menjamin perlindungan tenaga kerja kita," ujarnya.

     Sementara itu, Ketua Apjati NTB H. Muazzim Akbar, mengingatkan semua pengelola PPTKIS di wilayah NTB agar senantiasa berkoordinasi dengan KBRI di Malaysia agar jalinan hubungan dengan perusahaan penerima TKI di Malaysia tetap terpelihara.

     "Tentu pertemuan koordinasi dan silaturahmi ini bermanfaatkan bagi semua pihak dalam upaya memberi jaminan perlindungan kepada TKI asal NTB," ujar Muazzim. (*/Devi)