Jakarta (ANTARA) - Psikolog Universitas Indonesia, Anna Surti Ariani dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) mengatakan bahwa memberikan edukasi tentang bahaya perundungan siber dan membatasi waktu memegang gawai dengan jadwal atau durasi tertentu dapat mencegah anak dari perundungan siber.
"Memberikan edukasi terkait apa itu cyberbullying. Ketiga, membatasi konten dan aplikasi pada gawai. Dan keempat, menjadi contoh dalam berperilaku digital yang baik," kata Anna Surti Ariani melalui keterangan pers, Minggu.
Cyberbullying adalah kondisi dimana seseorang merasa tidak nyaman terhadap komentar/informasi/gambar foto yang ditujukan untuk dirinya, yang bertujuan menyakiti, intimidasi, menyebar kebohongan dan menghina, yang diunggah di internet, jejaring media atau teknologi digital lainnya, yang dilakukan oleh orang lain.
"Sebanyak 45 persen dari 2,777 anak muda usia 14-24 tahun pernah mengalami cyberbullying, menurut survei UNICEF U-Report 2021," kata psikolog Anna Surti Ariani.
Menurut Anna, alasan orang melakukan cyberbullying adalah ia ingin merasa kuat, harga dirinya rendah, kurang berempati, ingin popular dan tidak sadar akan dampak yang ditimbulkan.
Ia membagikan beberapa ciri seseorang yang terdampak cyberbullying. Pertama, adalah kecenderungan untuk menarik diri, mudah emosi, menjadi cenderung pendiam dan tidak mau bersosialisasi.
"Kedua adalah mengganti akun media sosial, dan ketiga tidak lepas dari gawai kehilangan minat melakukan kegiatan lain," ujarnya menambahkan.
Menambahkan, Founder Yayasan Sejiwa, Diena Haryana, mengatakan media daring memberikan dampak terhadap beberapa kasus yang dialami anak seperti ketergantungan gawai, cyberbullying, eksploitasi seksual serta penipuan daring.
"Dampaknya bisa sangat besar, membekas hingga jangka panjang karena rasa malu yang ditimbulkan mengingat postingan buruk terhadap dirinya telah disaksikan ribuan orang netizen," kata Diena.
"Akibatnya sangat membahayakan, bukan hanya sebatas malu dan depresi bahkan hingga tindakan bunuh diri. Sayangnya, banyak korban yang lebih memilih diam, tidak mengadukan kasus yang menimpanya, sehingga pada akhirnya mengganggu pertumbuhan jiwanya," imbuhnya.
Namun, Diena mengatakan terdapat beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah dampak buruk cyberbullying.
"Sebagai teman, kita memberi dukungan untuk mendengarkan masalah yang dihadapi, menyemangati dan dapat mengajaknya untuk melaporkannya kepada guru atau orangtuanya. Kita juga dapat meng-counter informasi negatif dengan memberikan komentar positif tentang sahabat kita," kata Diena.
"Sebagai orang tua, kita arahkan anak untuk memblok pelaku dan melaporkannya melakukan media sosial. Kita juga dapat mengalihkan anak dari media sosial melalui kegiatan lain seperti hobi, berlibur maupun hal-hal kreatif lainnya. Bila sudah semakin parah dampaknya, segera konsultasikan anak kepada ahlinya untuk mendapat tindakan terbaik," tambahnya.
Sementara itu, Delegasi Uni Eropa di Indonesia melalui EU Social DigiThon 2021 mengajak keterlibatan generasi muda dalam menciptakan pendekatan berbasis teknologi dan inovatif dalam mengatasi masalah sosial dan mempromosikan hak asasi manusia.
Berita Terkait
Literasi digital reguler cegah perundungan siber pada anak
Selasa, 12 Maret 2024 14:05
Pelaku bullying di sekolah tak hanya siswa bisa juga pendidik
Rabu, 7 Desember 2022 4:20
Cyberbullying, penyebab dan cara mencegah
Sabtu, 23 Juli 2022 21:04
Kemensos galakkan kampanye cegah perundungan di sekolah
Selasa, 1 Oktober 2024 7:42
Ui: guru juga perlu perlindungan atasi perundungan
Selasa, 24 September 2024 19:02
Polisi sosialisasikan stop bullying di sekolah Lombok Tengah
Sabtu, 14 September 2024 19:31
Butuh penanganan komprehensif tangani perundungan PPDS
Rabu, 4 September 2024 5:41
Organisasi profesi kedokteran harus jadi motor hapus perundungan
Rabu, 4 September 2024 5:26