Riyadh (ANTARA) - Perwakilan Tinggi Uni Eropa (EU) untuk Urusan Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Josep Borrell pada Minggu (3/10) mengatakan bahwa perilaku pemerintah Taliban hingga saat ini "tidak terlalu menggembirakan".
Setiap keruntuhan ekonomi di Afghanistan akan meningkatkan risiko terorisme dan ancaman lainnya, kata Borrell.
"Tentu ini sebuah dilema. Karena jika Anda mau berkontribusi untuk menghindari keruntuhan ekonomi sebuah negara, dengan cara tertentu, Anda bisa mempertimbangkan mendukung pemerintahnya... Tergantung perilaku mereka (Taliban). Dan perilaku mereka selama ini tidak terlalu menggembirakan," ujarnya.
Uni Eropa meningkatkan bantuan kemanusiaannya ke Afghanistan sejak Taliban mengambil alih kekuasaan, tetapi menghentikan bantuan pembangunan. Langkah itu juga dilakukan oleh negara-negara lain dan Bank Dunia.
"Jika ekonomi (Afghanistan) runtuh, maka situasi kemanusiaan akan jauh lebih buruk. Tekanan bagi orang-orang untuk meninggalkan negara itu akan lebih besar, ancaman-ancaman teroris akan lebih besar, dan risiko dari Afghanistan yang mempengaruhi masyarakat internasional juga akan lebih besar," ujar Borrell.
Borrell, yang berbicara pada konferensi pers bersama mitranya dari Arab Saudi, juga mengatakan dia berharap pembicaraan tentang nuklir antara negara-negara kekuatan global dan Iran akan dimulai kembali di Wina "segera".
Borrell berada di Riyadh setelah mengunjungi Qatar dan Uni Emirat Arab.
Diplomat Uni Eropa itu mengatakan dia memberi tahu para mitranya tentang prospek memulai kembali pembicaraan nuklir dan berdiskusi dengan pejabat Arab Saudi tentang Yaman dan Afghanistan.
Berbicara tentang kawasan Uni Eropa, dia mengatakan EU siap untuk menjajaki kesepakatan perdagangan dengan negara-negara Teluk.
Dia menyebutkan bahwa bahwa blok negara Eropa itu mendukung upaya modernisasi Arab Saudi.
Uni Eropa juga terlibat dalam hak asasi manusia dan berharap agar dialog tentang hal itu akan memberikan "hasil nyata", kata Borrell.
Upaya reformasi sosial dan ekonomi Arab Saudi dibarengi dengan tindakan keras pemerintahnya terhadap perbedaan pendapat.
Dunia internasional mengawasi Saudi dengan ketat menyusul pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul, Turki pada 2018.
Pemerintah Saudi juga karena memimpin koalisi militer yang memerangi gerakan Houthi di Yaman, yang bersekutu dengan Iran, selama lebih dari enam tahun.
Menggambarkan situasi di Yaman sebagai "tragedi yang mengerikan", Borrell menyuarakan dukungan untuk penyelesaian konflik secara damai.
Konflik di Yaman tersebut selama ini dipandang sebagai perang proksi (proxy war) antara Arab Saudi dan Iran di kawasan itu.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan al-Saud mengatakan Riyadh melakukan dialog yang "sangat erat" dengan Amerika Serikat untuk mengakhiri perang itu.
Sumber: Reuters