KEJAKSAAN TELUSURI INDIKASI KORUPSI PROYEK JALAN AKSES BIL

id

     Mataram, 19/5 (ANTARA) - Aparat Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat tengah menelusuri indikasi korupsi pada tender paket proyek Balai Jalan Nasional Wilayah VIII yang berlokasi di ruas jalan akses Bandara Internasional Lombok.

     "Intelijen masih telaah dan mungkin "full" data, nanti ditindaklanjuti," kata Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sugiyanta, SH, di Mataram, Kamis.

     Sugiyanta mengakui, penelusuran indikasi korupsi pada tender paket proyek Balai Jalan Nasional Wilayah VIII yang berlokasi di ruas jalan akses Bandara Internasional Lombok (BIL) itu, mengacu kepada laporan masyarakat.

     Lembaga masyarakat yang mengatasnamakan Silaturahmi Untuk Advokasi Rakyat dan Kemanusiaan (Suaka) melaporkan indikasi tindak pidana korupsi pada tender tujuh paket proyek Balai Jalan Nasional Wilayah VIII Tahun Anggaran 2011.

     Ketujuh paket proyek itu yakni pembangunan jalan akses BIL (Sulin-Penujak II) dengan penawaran terendah sebesar Rp35,01 miliar lebih namun pemenangnya diberikan kepada nilai penawaran sebesar Rp47,42 miliar lebih.

     Paket proyek lainnya yakni pembangunan jalan akses BIL I (Sulin Penujak I) dengan panawaran terendah sebesar Rp29,19 miliar lebih namun pemenangnya diberikan kepada nilai penawaran sebesar Rp39,71 miliar lebih.

     Selanjutnya, pembangunan jembatan akses BIL II (Jembatan Penujak) dengan nilai penawaran terendah sebesar Rp12,15 miliar lebih, namun pemenangnya diberikan kepada nilai penawaran sebesar Rp14,46 miliar lebih.

     Pembangunan jembatan akses BIL I (Karang Sulin) dengan nilai penawaran terendah sebesar Rp12,6 miliar lebih, namun pemenangnya diberikan kepada nilai penawaran sebesar Rp13,75 miliar lebih.

     Pembangunan jembatan akses BIL II (Karang Rumak) dengan nilai penawaran terendah sebesar Rp9,59 miliar lebih, namun pemenangnya diberikan kepada nilai penawaran sebesar Rp11,19 miliar lebih.

     Pembangunan jembatan akses BIL II (Karang Tumbuk) dengan nilai penawaran terendah sebesar Rp9,71 miliar lebih, namun pemenangnya diberikan kepada nilai penawaran sebesar Rp11,34 miliar lebih.

     Pembangunan jembatan Loang Balok dengan nilai penawaran terendah sebesar Rp8,95 miliar lebih, namun pemenangnya diberikan kepada nilai penawaran sebesar Rp13,37 miliar lebih.

     Dari pola penentuan pemenang tender tersebut, terjadi selisih nilai penawaran sebesar Rp32,05 miliar, yang diduga bermasalah sehingga dilaporkan kepada aparat kejaksaan di wilayah NTB untuk menelusurinya.

     Lembaga advokasi itu menemukan indikasi awal tindak pidana korupsi yang merujuk kepada keputusan tentang peserta pemenang tender yakni perusahaan yang nilai penawarannya jauh lebih tinggi, sementara banyak peserta yang lulus dengan nilai penawaran lebih rendah.

     Hal itu dianggap melanggar Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

     Indikasi lainnya yakni argumentasi yang disampaikan pada saat klarifikasi kepada perusahaan yang tidak dimenangkan adalah argumentasi yang tidak kuat/tidak prinsip dan cenderung mengada-ada.

     Menurut Koordinator Tim Pemantauan Suaka Bustami Taefuri, berdasarkan fakta-fakta dan prinsip tersebut, serta demi penyelamatan uang negara dan demi penyelamatan kerugian negara yang bisa timbul dari perilaku panitia tender paket proyek tersebut, maka permasalahan tersebut dilaporkan ke kejaksaan.

     Karena itu, Lembaga Suaka mendesak Kejaksaan Negeri Mataram dan atau Kejaksaan Tinggi NTB untuk segera mengambil langkah-langkah investigatisi sebelum penandatanganan kontrak.

     "Bagi pihak-pihak terkait dalam proses tender tersebut agar kooperatif dan jujur dalam menyampaikan segala bentuk informasi baik berupa dokumen atau informasi lapangan guna memperlancar proses investigasi," ujar Bustami. (*)