Penutupan sekolah di Mataram karena temuan COVID-19 sesuai kesepakatan

id covid,sekolah,mataram

Penutupan sekolah di Mataram karena temuan COVID-19 sesuai kesepakatan

Ilustrasi - Seorang siswa menunggu dijemput di depan gedung SDN 5 Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. (ANTARA/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Dinas Pendidikan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengatakan kebijakan penutupan sekolah karena ada temuan kasus positif COVID-19 di lingkungan sekolah sepenuhnya sesuai hasil kesepakatan kepala sekolah bersama dewan guru, orang tua dan komite.

"Saya memberikan acuan jika ada temuan 1-5 kasus COVID-19, silakan kepala sekolah berdiskusi dengan dewan guru, orang tua dan komite, apakah sekolah akan ditutup atau tidak. Jadi kalau ada yang menutup sementara berarti itu sudah menjadi kesepakatan mereka," kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Mataram H Lalu Fatwir Uzali di Mataram, Selasa.

Akan tetapi, kata Fatwir, pihaknya menginstruksikan apabila ada siswa yang terpapar, maka ruang kelas anak yang terpapar COVID-19 wajib ditutup sementara.

"Yang saya instruksikan ditutup hanya ruang kelas, bukan sekolah. Saat penutupan kami minta dilakukan penyemprotan disinfektan berkoordinasi dengan puskesmas terdekat atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)," katanya.

Hal itu disampaikan terkait adanya sekitar lima sekolah yang mengambil kebijakan tutup sementara karena ditemukan kasus positif COVID-19 terhadap siswanya. Lima sekolah itu diantaranya, SDN 2 Cakranegara, SD Kristen Aletheia, dan Pondok Pesantren Abu Hurairah.

"Namun, sampai saat ini saya belum mendapat data riil secara kumulatif jumlah siswa yang terpapar COVID-19, sebab jumlahnya setiap hari ada saja tambahan 1-2 siswa. Datanya ada di Dinas Kesehatan dari puskesmas masing-masing sekolah," katanya.

Menurut Fatwir, pihaknya tidak memiliki dasar hukum untuk meliburkan anak-anak sekolah sebab hal itu harus ada petunjuk teknis pelaksanaan dari BPBD dan pemerintah pusat.

"Saya selaku kepala dinas tidak ingin ada kegaduhan diantara orang tua dan guru. Jadi kalau harus meliburkan siswa saya harus ada dasar hukumnya," katanya.

Lebih jauh, katanya, menurut keterangan dari para kepala sekolah, anak-anak terkonfirmasi positif COVID-19 tidak terpapar di sekolah melainkan di luar sekolah.

"Sebelum terkonfirmasi positif COVID-19, anak-anak tidak masuk sekolah 2-3 hari," katanya.

Di sisi lain, kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) sejauh ini masih menerapkan PTM terbatas, dengan sistem sif atau 50 persen dari kapasitas ruang kelas.

"Sejak terjadi peningkatan kasus COVID-19, kami juga telah instruksikan sekolah agar mengaktifkan tim COVID-19 sekolah serta optimalkan pengawasan protokol kesehatan (prokes)," kata Fatwir.*