PEDAGANG UNGGAS BUAT AWIG-AWIG CEGAH FLU BURUNG

id

       Mataram, 21/10 (ANTARA) - Pedagang unggas di sejumlah pasar tradisional di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, membuat awig-awig untuk mencegah penyebaran flu burung.

       "Para pedagang di pasar tradisional Mandalika dan pasar unggas Panglima Cakranegara membuat awig-awig atau aturan adat dalam hal perdagangan unggas untuk mencegah penyebaran flu burung," kata Kepala Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kota Mataram H Mazhuriyadi, di Mataram, Jumat.

        Ia mengatakan, pembuatan aturan adat itu merupakan keinginan dari para pedagang sebagai bentuk kepedulian terhadap adanya isu flu burung yang menyebabkan kematian ayam secara mendadak di sejumlah kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat (NTB), termasuk Kota Mataram.

        Dalam awig-awig itu, kata Mazhuriyadi, ditegaskan bahwa para pedagang sepakat tidak menjual ayam atau unggas dari daerah yang sudah ditemukan kasus kematian ayam secara mendadak, baik di Kota Mataram maupun dari kabupaten/kota lainnya, di NTB.

         Kabupaten yang sudah melaporkan kematian unggas secara mendadak dalam jumlah mencapai ratusan hingga ribuan ekor adalah Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur.

         Sementara di Kota Mataram sudah menyebar di 27 kelurahan dari 50 kelurahan di enam kecamatan yang ada di Kota Mataram.

         "Kita tidak bisa pastikan apakah ayam itu membawa penyakit berbahaya atau tidak meskipun dalam kondisi sehat karena dibawa dari daerah yang sudah ditemukan kasus kematian ayam secara mendadak," ujarnya.

         Menurut Mazhuriyadi yang didampingi Kepala Bidang Peternakan Drh Dian Riyatmoko, tindakan yang dilakukan oleh pedagang akan berdampak terhadap pendapatan para peternak ayam, namun hal itu harus dilakukan mengingat bahaya flu burung lebih besar dibandingkan kerugian materi yang akan ditimbulkan.

         Pihaknya, kata dia, juga tidak bisa memberikan ganti rugi terhadap ayam milik peternak yang mati secara mendadak karena tidak memiliki anggaran. Kementerian Pertanian juga tidak mengalokasikan anggaran untuk menangani kasus kematian ayam meskipun dalam jumlah relatif banyak.

         "Tidak ada alokasi anggaran untuk mengganti ayam yang mati mendadak, sehingg peternak ayam yang dimusnahkan tidak mendapat ganti rugi," katanya.

         Agar peternak tidak mengalami kerugian karena kesulitan menjual ayamnya, ia menyarankan, agar ayam yang sehat dipotong dan dijual dalam bentuk daging, namun harus memenuhi unsur aman, sehat, utuh dan halal (Asuh) agar konsumen tidak dirugikan.

         Para pemilik ternak terutama dari daerah yang ditemukan kasus kematian unggas secara mendadak bisa melakukan pemotongan di Rumah Potong Unggas (RPU) agar bisa memperoleh label Asuh tersebut.

         "Ada laporan bahwa, pemerintah kabupaten yang ada di Pulau Sumbawa, NTB, melarang unggas masuk dari Pulau Lombok untuk mencegah penyebaran flu burung. Tapi kalau mengirim daging yang sudah dilengkapi label Asuh, saya kira tidak akan ditolak," ujarnya.

         Selain membuat aturan adat, kata Mazhuriyadi, para pedagang unggas di pasar tradisional juga berkomitmen untuk membantu pemerintah dengan melaporkan jika menemukan kasus kejadian kematian ayam secara mendadak.

         Pelaporan bisa disampaikan ke Posko Pengaduan di Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kota Mataram, atau melalui Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) yang ada di Kelurahan Pagesangan, Selagalas dan Ampenan. (*)