NTB MINTA MDB KLARIFIKASI LAPORAN ICW

id

     Mataram, 15/5 (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH M Zainul Majdi memerintahkan Direktur Utama PT Daerah Maju Bersaing, untuk meminta PT Multi Daerah Bersaing mengklarifikasi laporan Indonesian Corruption Watch atau ICW terkait pelepasan saham PT Newmont Nusa Tenggara.

     "Pak Gubernur memerintahkan Pak Andi (Dirut PT Daerah Maju Bersaing) untuk meminta klarifikasi dari PT MDB, dan permintaan itu secara tertulis," kata Staf Ahli Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Bidang Hukum dan Politik Agus Patria, di Mataram, Selasa.

     Direktur Utama (Dirut) PT Daerah Maju Bersaing (DMB) Andy Hadiyanto, yang duduk berdampingan dengan Agus, juga mengemukakan hal serupa.

     Agus dan Andy mengemukakan hal itu setelah keduanya menemui Gubernur NTB di ruang kerjanya.

     "Pak Gubernur serius menyikapi masalah ini, makanya memerintahkan dilakukan klarifikasi sehingga perlu ditelusuri kebenarannya. ICW bilang ada indikasi penyalahgunaan kewenangan dan kekurangan penerimaan negara dalam realisasi penerimaan dividen hingga tahun buku 2011, tetapi Pak Gubernur tidak yakin hal itu," ujar Agus.

     Sedangkan Andy mengaku segera melayangkan surat resmi kepada manajemen PT Multi Daerah Bersaing (MDB) untuk mengklarifikasi laporan ICW yang telah disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

     PT DMB merupakan perusahaan bersama tiga pemerintah daerah (pemda) di NTB yakni Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kabupaten Sumba dan Kabupaten Sumbawa Barat. 

     PT DMB dibentuk untuk menggandeng investor mitra PT Multicapital (anak usaha  PT Bumi Resources Tbk milik Bakrie Group), guna mengakuisisi saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) yang harus didivestasi sesuai perjanjian Kontrak Karya (KK).

     PT DMB dan PT Multicapital kemudian membentuk perusahaan patungan yang diberi nama PT Multi Daerah Bersaing (MDB), dan sampai 2010, PT MDB sudah menguasai 24 persen saham PT NNT senilai Rp8,6 triliun.       

     Pada Senin (14/5), ICW melaporkan dugaan pelanggaran hukum dan kerugian keuangan negara padapelepasan saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) ke KPK. 

     ICW menilai pembelian saham PTNNT oleh PT MDB bermasalah, sebab sejak awal pembentukan BUMD tersebut tanpa dasar hukum yang kuat.

     Koordinator Divisi Pengawasan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas menduga ada penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan pejabat daerah di Provinsi NTB maupun di tingkat kabupaten dalam pembentukan PT DMB.

     "Proses pembentukan BUMD cacat hukum karena tidak melalui raperda. Harusnya ada perda tingkat provinsi dan Kabupaten Sumbawa. Perda Tahun 2010 hanya untuk Provinsi NTB," kata  Firdaus kepada wartawan di kantor KPK di Jakarta, Senin (14/5).

     Menurut dia, pihaknya juga menemukan potensi kerugian keuangan negara dalam pembagian dividen antara Pemda NTB yang diwakili PT DMB dan PT Multi Capital milik Grup Bakrie.

     ICW juga menemukan pelanggaran aturan dalam proses penyertaan modal pemda pada PT DMB.

      Firdaus menjelaskan, ada kekurangan penerimaan negara dalam realisasi penerimaan dividen hingga tahun buku 2011. Hal itu ditemukan ICW dengan membandingkan laporan keuangan PT Bumi Resources Mineral (BRMs) yang menaungi PT Multi Capital dan laporan penerimaan dividen PT DMB.

      Berdasarkan laporan pemda dan BUMD NTB, total dividen yang diterima konsorsium PT DMB hingga 2011 sebesar 34 juta dolar AS. Namun, menurut laporan PT BRMs, hutang PT DMB hingga tahun buku 2011 membengkak menjadi 26,617 juta dolar AS atau sekitar Rp 241,368 miliar.

      Dengan demikian, nilai aktual dividen yang diterima Pemda NTB dari kepemilikan saham sebesar enam persen pada PT Newmont yakni 7.382 juta dolar AS atau setara dengan Rp66,943 miliar.

      "Berdasarkan realisiasi penerimaan dividen hingga tahun buku 2011 terjadi kekurangan penerimaan negara sebesar  39.828.120 dolar AS atau setara dengan Rp 361,161 miliar," ujar Firdaus, sembari mengemukakan bahwa temuan potensi kerugian negara pada divestasi saham PTNNT itu telah diserahkan langsung kepada pimpinan KPK, Busyro Muqoddas dan Adnan Pandu Pradja. (*)