TAKTIK PORTUGAL, BIJAK DEWA-DEWI YUNANI

id

London (ANTARA) - Tugasnya kelewat berat. Mengembalikan reruntuhan kebanggaan sebagai negeri yang pernah berjaya di laga Eropa, selain berjaya di ranah pemikiran filosofis. Dia adalah Fernando Santos.

Dengan berbekal kebijakan Yunani kuno yang dibawa dan dikenalkan ke seluruh antero oleh para filsuf, Santos memproklamasikan bahwa taktik di laga bola adalah segalanya.

Pria yang sudah berumur 57 tahun asal Portugal ini mengambil alih tongkat komando sebagai pelatih setelah Yunani keluar dari Piala Dunia.

Banyak yang meremehkan kemampuan Santos. Mereka beranggapan bahwa Santos tidak akan menuai sukses. Publik seakan terbuai oleh sukses pelatih terdahulu, Otto Rehhagel.

Pada 2001, Rehhagel bertugas di tengah kekacauan. Ia mampu mengemban misinya dan ia berhasil. Puncaknya, Yunani mendulang kemenangan di ajang Piala Eropa 2004. Ia sontak dijuluki "Raja Otto" oleh rakyat Yunani.

"Saya tidak takut karena kesuksesan sebelumnya, bahkan hal tersebut membuat saya lebih baik," kata Santos, mantan pelatih FC Porto dan Benfica yang melatih Yunani dua tahun lalu.

"Yunani telah bekerja maksimal delapan tahun lalu. Tujuan kita, menunjukkan kerja yang baik. Satau masa telah berlalu, kita kini memulai era yang baru," katanya sepeti dikutip oleh dailymail.co.uk.

Santos telah menepati janjinya. Yunani kini tak terkalahkan di babak kualifikasi, dan berakhir manis dengan beroleh posisi grup F diatas Slaven Billic dari Kroasia.

Bahkan, tim asuhan Santos hanya mengalami satu kekalahan dari 18 pertandingan.

Santos punya pengetahuan yang luas mengenai sepakbola di Yunani dari pelatih sampai kultur dari jamannya. Ia pernah melatih beberapa klub besar di AEK Athens, Panathinaikos dan PAOK.

Santos telah hidup lama di Yunani dan menghabiskan waktunya dengan melihat pertandingan serta talenta muda Yunani.

Dia bekerja sama bersama tim manajernya, Takis Fyssas, yang menjadi bagian dari kemenangan tim Yunani di Piala Eropa 2004.

Hal tersebut tentu saja menepis rumor bahwa dia adalah pelatih konservatif seperti pendahulunya Rehhagel.

"Yang pertama adalah taktik, kemampuan teknik yang kedua," katanya. "Apabila kita memiliki pemain seperti Lionel Messi, kita akan menaruhnya dalam tim meski dia tidak terlalu membantu secara taktik," kata Santos.

(*)