Mataram, 5/6 (ANTARA) - Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BLHP) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) belum banyak menerima pengaduan dari masyarakat terkait kerusakan hutan yang menyebabkan terjadinya berbagai bencana alam.
"Dari 20 pengaduan yang kami terima pada 2011, pengaduan tentang kerusakan hutan tidak ada sama sekali, yang ada hanya kerusakan ekosistem mangrove," kata Sekretaris Pos Pengaduan dan Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (P3SLHD) BLHP Provinsi NTB Sahrum, di Mataram, Selasa.
Ia tidak mengetahui secara pasti penyebab minimnya pengaduan masyarakat mengenai kerusakan hutan, meskipun sudah terjadi banjir bandang di sejumlah kabupaten/kota di NTB pada 2012.
Banjir bandang yang melanda sejumlah kabupaten/kota di NTB, seperti banjir bandang di Kecamatan Moyo Utara, Moyo Hilir dan Lopok, Kabupaten Sumbawa, yang terjadi pada Januari 2012.
Menurut Pemerintah Kabupaten Sumbawa, bencana alam tersebut menyebabkan kerugian sekitar Rp22,8 miliar karena sejumlah rumah rusak diterjang banjir bandang, puluhan ekor ternak hanyut dan 152 hektar (ha) lahan pertanian yang sudah ditanami padi rusak.
Banjir bandang juga terjadi di Kecamatan Sembalun dan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur pada Maret 2012. Banjir bandang di Sambelia merusak lima unit jembatan, sejumlah rumah warga rusak berat dan ratusan hektare lahan pertanian yang ditanam jagung dan padi rusak.
Sedangkan banjir bandang di Sembalun menyebabkan puluhan hektare lahan pertanian yang ditanami komoditas hortikultura rusak dan satu unit jembatan putus.
Menurut Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, bencana alam yang melanda Kecamatan Sambelia dan Sembalun menyebabkan kerugian ratusan miliar rupiah. Kerugian terbesar berasal dari enam jembatan yang roboh.
Bencana banjir bandang juga melanda Kecamatan Langgudu, Belo, Palibelo dan Kecamatan Woha, Kabupaten Bima pada 26 Mei 2012. Bencana alam tersebut akibat hujan lebat dan jebolnya Dam Ncera.
Puluhan rumah rusak berat dan ratusan hektare lahan pertanian yang ditanami padi dan bawang merah rusak.
Menurut Sahrum, salah satu penyebab bencana alam seperti banjir bandang adalah kerusakan ekosistem hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
"Kerusakan hutan terjadi di mana-mana. Salah satu contoh. Hutan lindung sesaot. Coba masuk ke dalam hutan tersebut kondisinya sudah gundul, karena pohon banyak yang ditebang" katanya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya memberikan ruang kepada masyarakat atau kelompok masyarakat peduli hutan untuk melaporkan kerusakan hutan yang disebabkan karena perambahan liar.
Laporan tersebut nantinya akan dikoordinasikan dengan instansi terkait, dalam hal ini Dinas Kehutanan. Instansi itu nantinya akan melakukan eksekusi terhadap laporan yang masuk ke P3SLHD, BLHP Provinsi NTB.
BLHP NTB, kata Sahrum, juga sudah menyebarkan berbagai brosur ke seluruh kabupaten/kota mengenai keberadaan P3SLHD BLHP Provinsi NTB agar bisa melaporkan persoalan perambahan hutan secara ilegal, maupun persoalan pencemaran lingkungan.
"Sosialisasi melalui media massa juga sudah kami lakukan. Sekarang tinggal masyarakat yang harus berani melaporkan kasus-kasus perusakan hutan dan pencemaran lingkungan," katanya. (*)