NEWMONT TUNGGU SIKAP PEMERINTAH TERKAIT RENEGOSIASI KONTRAK KARYA

id

     Mataram, 6/8 (ANTARA) - PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) tengah menunggu sikap Pemerintah Indonesia terkait renegosiasi Kontrak Karya (KK) sesuai ketentuan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

     "Renegosiasi Kontrak Karya masih tunggu Pemerintah Indonesia, agar dapat duduk bersama-sama untuk membahasnya," kata Kepala Departemen Komunikasi PTNNT Ruby Purnomo, di sela-sela pertemuan silaturahmi dan buka puasa bersama PTNNT dengan media, di Mataram, Senin petang.

     Ia mengatakan, manajemen PTNNT cenderung menunggu pengajuan dialog dari pemerintah untuk membahas revisi Kontrak Karya.

     Dialog itu diperlukan untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

     "Kami (PTNNT) tunggu pemerintah ajukan dialog. Detail dialog dan orang-orang yang akan berdialog belum saya tahu, karena juga belum tahu bagian mana yang akan diubah," ujar Ruby.

     Sejak 2010 atau semenjak Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba berlaku efektif, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat gencar mengajukan usulan revisi KK Newmont.

      Bahkan, Pemkab Sumbawa Barat membentuk tim khusus revisi KK PTNNT kemudian gencar melobi ke pusat untuk memperjuangkan hak-hak daerah terkait perusahaan tambang tembaga dan emas itu.

     Dalam Undang Undang Pertambangan Minerba itu sebutan Kontrak Karya dihapus dan diganti dengan Izin Usaha Penambangan (IUP), dan regulasi itu mengatur hak-hak daerah penghasil sebagaimana tertuang dalam pasal 6, 7 dan 8 UU Nomor 4 Tahun 2009 itu.

     Undang Undang Pertambangan Minerba itu terdiri dari 26 bab 175 pasal, yang menggantikan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan.

     Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, juga mendukung usulan revisi KK PTNNT yang diajukan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat.

     Menurut Zainul, Undang Undang Pertambangan Minerba itu lebih memihak daerah, sehingga ia pun menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar dapat menindaklanjuti usulan revisi KK Newmont tersebut.

     "Sudah disurati, dengan Undang Undang Pertambangan Minerba yang baru itu, lebih kelihatan hak-hak daerah, sehingga jika KK telah direvisi maka pelaksanaan operasional perusahaan tambang itu lebih tertata dengan baik," ujar Zainul.

     Perusahaan tambang tembaga dan emas PTNNT beroperasi berdasarkan Kontrak Karya yang ditandatangani pada tanggal 2 Desember 1986, namun tahapan konstruksi proyek Batu Hijau itu baru dimulai pada tahun 1996 dengan dana awal sebesar 1,8 miliar dolar AS.

     PTNNT beroperasi penuh mulai Maret 2000 di lokasi tambang Batu Hijau, Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, dan operasional tambang untuk tahapan produksi akan berakhir 2020 mendatang.

     Kontrak karya bersifat perdata dan merupakan kesepakatan bersama antara para pihak (Pemerintah Indonesia dan PTNNT). Dalam kontrak karya diatur bahwa yang dimaksud pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah daerah dengan segenap aparaturnya.   

     Sesuai Kontrak Karya, PTNNT berkewajiban memberi kontribusi ekonomi kepada Pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah yang antara lain tersalurkan melalui gaji karyawan nasional, pajak pemerintah dan royalti, barang dan jasa nasional serta proyek kemasyarakatan.

     Pembayaran berbagai jenis pajak, non pajak dan royalti itu sesuai ketentuan yang tertuang dalam Kontrak Karya (KK) Pasal 13 yang mengatur tentang Kewajiban Keuangan PTNNT. Nilai royalti itu erat kaitannya dengan kandungan mineral dalam bahan tambang.

     Sampai 2011, PTNNT telah menyetor pajak dan royalti belasan triliun rupiah kepada Pemerintah Indonesia.

     Sementara pemasukan dari PTNNT untuk pemerintah daerah, menurut berbagai kalangan di NTB termasuk gubernur dan para bupati, masih jauh dari harapan.

     Setiap tahun Pemerintah Provinsi NTB hanya menerima royalti dari hasil penambangan emas dan tembaga yang dikelola PTNNT di Batu Hijau, Pulau Sumbawa, tidak lebih dari Rp200 miliar dan Pemerintah KSB tidak lebih dari Rp100 miliar. (*)