PHRI NTB PERBANYAK HOTEL BINTANG BERSERTIFIKASI HALAL

id

     Mataram, 11/8 (ANTARA) - Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Nusa Tenggara Barat (NTB) berupaya memperbanyak hotel bintang yang bersertifikasi halal, karena hal itu berdampak positif terhadap arus kunjungan wisatawan dari negara-negara Timur Tengah dan Malaysia.

     "Kami upayakan satu demi satu hotel berbintang miliki sertifikasi halal, diupayakan akhir tahun nanti semua hotel berbintang bisa miliki sertifikat itu," kata Ketua PHRI NTB I Gusti Lanang Patra, di Mataram, Sabtu malam.

     Ia mengakui, sementara ini dari 40 unit hotel berbintang yang beroperasi di wilayah NTB baru dua yang bersertifikasi halal, yakni Hotel Bukit Senggigi, dan Hotel Lombok Plaza.

     Karena itu, pihaknya terus mendorong pengelola hotel dan restoran berbintang untuk mengajukan permohonan sertifikasi halal, untuk ditindaklanjuti Majelis Ulama Indonesia (MUI)

     "Kami terus sarankan mengikuti proses sertifikasi yang menjadi kewenangan MUI, dan sosialisasi kepada seluruh anggota PHRI akan dilakukan secara berkelanjutan," ujarnya.

     Lanang mengatakan, pihaknya akan menjalin kerja sama dengan MUI NTB guna mempercepat sertifikasi halal untuk hotel dan restoran berbintang, hingga hotel melati atau non-bintang.

     Prioritas utama hotel berbintang kemudian hotel melati dan semua restoran hotel, hingga penginapan lainnya.

     "Nanti juga ada sertifikasi produk pangan lokal, dan PHRI NTB berperan aktif dan menyukseskan program itu," ujarnya. 

     Pada 5 Juni 2012, Pemerintah Provinsi NTB dan PHRI NTB menjalin kerja sama pemanfaatan produk lokal, sebagai bagian dari upaya pengembangan industri kreatif.

     Naskah kesepakatan bersama itu ditandatangani Gubernur NTB dan Ketua PHRI NTB I Gusti Lanang Patra, dihadapan para pejabat Pemrov NTB dan pejabat instansi vertikal terkait.

     Kesepakatan bersama itu mengarah kepada upaya peningkatan pendapatan dan kemandirian industri kecil menuju kemajuan dan berdaya saing.

     Saat itu, Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi menekankan bahwa produk pangan lokal hendaknya dijadikan bahan konsumsi di hotel dan restoran yang ada di wilayah NTB.

     "Kalau selama ini ada produk pangan impor, atau didatangkan dari daerah lain, maka dengan kerja sama ini, saya harapkan kalau tidak bisa habis 100 persen, paling tidak presentase produk impor itu terus menurun," ujarnya.

     Hal itu berarti, pemanfaatan produk-produk lokal NTB lebih diprioritaskan dalam pelayanan bahan makan di hotel dan restoran.

     Menurut Zainul, jika diperlukan kualifikasi tertentu atas produk pangan lokal itu sesuai prosedur tetap dalam unit usaha hotel dan restoran tersebut, maka dapat dibicarakan bersama dengan pemerintah.

     "Kalau ada produk lokal yang kualitasnya perlu ditingkatkan, saya pikir itu bisa dilakukan, yang paling penting komitmen, implementasi dukungan terhadap produk lokal dan upaya bersama agar produk lokal bisa menjadi tuan rumah di daerah ini," ujar Zainul. (*)