Pertanian, kontribusi dalam perekonomian dan kesejahteraan petani di NTB

id NTB lumbung padi nasional,lumbung padi nasional ,NTB bumi gora,pertanian ,NTB Oleh Anang Arief Indriyatno (*)

Pertanian, kontribusi dalam perekonomian dan kesejahteraan petani di NTB

Anang Arief Indriyatno (Pegawai Kanwil DJPb Provinsi NTB)

NTB harus terus berupaya mempertahankan predikat sebagai salah satu lumbung padi nasional
Mataram (ANTARA) - Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Nusa Tenggara Barat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi regional. NTB merupakan salah satu provinsi dengan produk pertanian yang tinggi dan memberikan sumbangan produk domestik regional bruto (PDRB) yang paling tinggi.

Pertanian menjadi sektor yang harus terus diperhatikan dan mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat untuk menjamin ketersediaan pangan di negeri ini. NTB juga merupakan salah satu penopang utama Indonesia sebagai negara agraris, sehingga kontribusi pertanian terhadap ketersediaan pangan sangatlah besar.

Perekonomian NTB 2021 atas dasar harga berlaku (ADHB), sebagaimana dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai Rp140,15 triliun. Dari nilai tersebut, sebesar Rp31,96 triliun atau 22,80 persen disumbang oleh sektor pertanian. Sumbangan PDRB di NTB sektor pertanian tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya.

Sebagai sektor unggulan, selain pertambangan dan penggalian, serta perdagangan, sektor pertanian tidak saja menyediakan pangan secara regional, namun juga harus mampu mendongkrak kesejahteraan para petani sebagai subjek utama dari sektor ini. 

Tercapainya kesejahteraan petani merupakan prasyarat agar pembangunan pertanian bisa berhasil dan berjalan secara berkelanjutan. Namun, saat ini sebagaimana kondisi umum di daerah-daerah di Indonesia kinerja sektor pertanian masih belum optimal sehingga Indonesia harus mengimpor produk pangan, termasuk beras.  Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kesejahteraan petani secara umum. 

Nilai tukar petani versus kesejahteraan petani

Sebagaimana pada umumnya sebuah sektor ekonomi yang menjadi unggulan suatu daerah maupun secara nasional harus berbanding lurus dengan kesejahteraan para pelaku di dalamnya.

Pertanian merupakan sektor unggulan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku utamanya, yakni petani.  Tingkat kesejahteraan petani seringkali diukur dengan tingkat produksi pertanian dan nilai tukar petani (NTP).

NTP merupakan rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase.  

BPS mencatat sejak 2015 hingga 2022, para petani di NTB, mengalami surplus dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan Indeks NTP yang selalu bernilai >100,  yang berarti bahwa secara teori berdasarkan ukuran NTP ini kesejahteraan petani lebih baik bila dibandingkan dengan tahun dasar (tahun dasar 2012=100).  

Dengan kata lain, kemampuan tukar komoditas produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga petani dan keperluan petani NTB dalam menghasilkan produk pertanian meningkat sejak 2015. 

Namun, peningkatan NTP di Nusa Tenggara Barat tersebut apakah otomatis diimbangi dengan peningkatan produksi pertanian (khususnya padi) dari tahun ke tahun?

Sebagaimana diketahui selain NTP, kesejahteraan petani juga diukur dari produksi pertanian (khususnya padi). NTB yang juga memiliki julukan sebagai salah satu lumbung padi nasional, setelah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan berkontribusi besar dalam penyediaan pangan khususnya beras dari hasil pertanian.

Tidak berbeda dengan NTP, produksi padi di NTB, mengalami peningkatan pada kurun waktu 2018-2021. Hal ini cukup menggembirakan karena luas lahan pertanian padi yang cenderung mengalami penyusutan, namun mampu memproduksi tanaman padi yang meningkat. 

Terlebih pertanian merupakan salah satu sektor unggulan yang harus dijaga produksinya dan tetap memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB di NTB.  

Pertanian versus kemiskinan di desa

Salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat adalah tingkat kemiskinan.  Pun demikian dengan kesejahteraan di desa yang diukur pula dengan tingkat kemiskinan di wilayah perdesaan.

Bagaimana dengan perkembangan kesejahteraan di wilayah perdesaan di NTB? Apakah sektor pertanian yang memberikan kontribusi cukup besar bagi PDRB di NTB ini, cukup memberikan dampak terhadap penurunan kemiskinan di wilayah perdesaan? 

Profil kemiskinan perdesaan di NTB, sebagaimana dilansir dari data BPS sejak 2012 hingga 2021 terus mengalami penurunan.  

Penduduk miskin perdesaan di NTB pada 2012 sebanyak 412,94 ribu jiwa, dan terus turun hingga 2021 sebanyak 350,06 ribu jiwa. Hal ini memang belum dapat menunjukkan hubungan riil antara NTP, produksi tani dan penurunan kemiskinan karena belum dilakukan pengujian secara statistik kuantitatif antar variabel tersebut.  

Namun demikian, dengan angka-angka tersebut cukup memberi gambaran positif terkait kondisi pertanian dan kesejahteraan masyarakat desa.

Pertanian yang telah menjadi sektor unggulan tentu memiliki konsekuensi majunya tingkat perekonomian masyarakat pelaku yang menjadi subjek utama sektor ini, yaitu petani. Terlebih sektor ini sangat banyak menyerap tenaga kerja, khususnya di NTB. 

Adapun penduduk yang bekerja di sektor pertanian (termasuk kehutanan dan perikanan) adalah sebanyak 866,55 ribu orang atau 32,61 persen dari total 2,66 juta orang bekerja. Lapangan kerja di sektor pertanian ini menyerap tenaga kerja paling banyak dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja di seluruh lapangan usaha di NTB. 

Peran pemerintah dalam sektor pertanian    

Tidak bisa dipungkiri bahwa maju mundurnya sektor pertanian juga dipengaruhi seberapa besar perhatian pemerintah dalam mendukung sektor ini.  Sudah cukup lama  pemerintah pusat berperan dalam mendukung sektor pertanian di NTB. 

Alokasi APBN pada 2022 dalam mendukung peningkatan sektor pertanian melalui Bagian Anggaran Kementerian Pertanian, yakni sebesar Rp269,78 miliar. Jumlah ini terus menurun sejak tahun 2017 dengan pagu anggaran sebesar Rp815,71 miliar (SPAN, Kemenkeu).

Namun demikian, menjadi pertanyaan apakah penurunan anggaran pusat melalui tugas perbantuan tersebut serta merta menurunkan produksi pertanian di NTB? Fenomena yang terjadi tidaklah demikian, karena sesungguhnya kemandirian pangan tidak selalu dengan cara mengalokasikan dana yang sangat besar.  

Hal ini harus disediakan secara proporsional, adakalanya harus tinggi dan adakalanya melihat kemandirian daerah itu sendiri.  Namun, perhatian pemerintah tetaplah dibutuhkan untuk menjaga kestabilan produksi tani di perdesaan wilayah NTB ini.

Kesimpulan

Pemerintah pusat dan daerah sesungguhnya memiliki kewajiban yang sama dalam mempertahankan posisi Indonesia sebagai negara agraris. Penyediaan dana yang besar harus diikuti dengan program-program yang jelas agar produksi pertanian dapat terjamin kualitas dan kuantitasnya.   

Saat ini, sangat tidak memungkinkan kebijakan ekstensifikasi pertanian, dikarenakan lahan pertanian yang semakin berkurang. Namun, sebagai sektor unggulan NTB, pertanian harus menjadi perhatian khusus agar produksi tidak semakin turun dan kesejahteraan petani tidak berhenti pada saat tertentu dimana NTP-nya naik.  

Peran pemerintah dalam memajukan peran pertanian harus didukung dengan program-program yang efektif. Program terobosan yang diusung pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian harus sesuai dengan visi bahwa tujuan akhir dari pembangunan pertanian harus mampu mensejahterakan dan memuliakan petani (Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Ketut Kariyasa, Kementan, www.kompas.com).

Pemerintah diharapkan mampu memberikan solusi bagi masyarakat pertanian agar terus mampu memproduksi padi dan hasil tani lainnya secara intensif. Dengan demikian saat ini kesejahteraan petani sedikit banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam bidang pertanian.  

NTB harus terus berupaya mempertahankan predikat sebagai salah satu lumbung padi nasional.  Produksi tani dan NTP yang didapat harus bernilai positif bahkan diupayakan terus meningkat.

Saran

Alokasi dana pertanian, baik APBN maupun APBD dalam rangka intensifikasi hasil pertanian masih sangatdiperlukan. Oleh karenaitu, harusdiikutidengan program-program riil yang efektif meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pangan.

Pemerintah daerah di NTB khususnya, harus memiliki komitmen yang tegas dalam mempertahankan luas lahan pertanian yang semakin berkurang.  Disamping itu pemerintah daerah harus menetapkan kuota jumlah lahan pertanian yang dimiliki rakyat/petani dengan tujuan agar lahan pertanian tidak beralih fungsi.  

Upaya mempertahankan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas hasil padi dilakukan intensifikasi pertanian, dengan penyuluhan tani dan sebagainya.  

Kualitas dan harga hasil panen harus dapat memberikan timbal balik kesejahteraan bagi para petani dengan cara penyediaan Resi Gudang di tiap-tiap daerah.  Disamping itu Kementerian Desa dan Pemda harus mendorong desa-desa agar dapat mengoptimalkan pemanfaatan Dana Desa untuk mendukung peningkatan usaha tani.

Untuk mendapatkan informasi terkait hubungan dan pengaruh antar variabel-variabel ekonomi, keuangan, dan kesejahteraan penting pula dilakukan penelitian secara kuantitatif dengan metode dan alat uji statistik. Hal ini diharapkan dapat memberikan hasil yang dapat untuk melihat hubungan siginifikansi antar variabel-variabel tersebut.


Anang Arief Indriyatno
Pegawai Kanwil DJPb Provinsi NTB