Mataram, (Antara Mataram) - Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Lalu Mara Satriawangsa mengatakan, produksi tembakau virginia petani di Pulau Lombok harus disesuaikan dengan kebutuhan pabrik rokok.
"Selama ini produksi tembakau virginia Lombok selalu melebihi kebutuhan pasar, sehingga sebagian petani mengalami kesulitan menjual tembakau mereka. Jadi permintaan dan penawaran harus seimbang," katanya ketika dihubungi dari Mataram, Rabu.
Ia mengatakan, yang terjadi selama ini produksi tembakau virginia Lombok selalu melebihi kebutuhan pabrik rokok, akhirnya tidak semua produksi tembakau petani terserap pasar. Kondisi ini mengakibatkan sebagian petani menderita kerugian.
Petani tembakau, kata Mara, tidak bisa memaksakan perusahaan rokok membeli semua produksi tembakau, karena mereka akan membeli sesuai kebutuhan.
"Karena itu menurut saya harus ada data valid mengenai volume kebutuhan pabrik rokok agar bisa dipastikan berapa seharusnya produksi tembakau virginia Lombok setiap musim panen. Ini penting agar produksi tidak lebih banyak dari kebutuhan pabrik rokok," ujar fungsionaris Golkar kelahiaran Lombok ini.
Mara mengaku beberapa waktu lalu bersilaturrahim dengan Wakil Menteri (Wamen) Perdagangan Bayu Krisnamurthi dan saat itu sempat menyinggung soal nasib petani tembakau virginia Lombok yang hingga kini masih menghadapi kesulitan.
"Wamen menilai kualitas tembakau virginia Lombok berada di bawah tembakau impor, sementara harga tembakau impor lebih murah. Kelebihan tembakau Lombok dibanding dengan tembakau impor adalah lebih segar," katanya.
Saat itu impor tembakau masih terus dilakukan karena produksi di dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan. Tembakau impor sering digunakan untuk campuran tembakau lokal.
Dalam kondisi tersebut menyebabkan posisi tawar petani tembakau Lombok relatif lemah. Untuk mengatasi hal tersebut produksi tembakau petani jangan melebihi kebutuhan pabrik rokok.
Selain itu, pengusaha rokok harus membantu biaya produksi terutama untuk "omprongan" (pengeringan) tembakau agar kualitas tembakau yang dihasilan sesuai standar sehingga tidak ada tembakau yang ditolak karena kualitasnya jelek.
Dia mengatakan, pemerintah daerah harus menggunakan hak diskresinya dalam penggunaan cukai tembakau bagian daerah. Cukai tersebut bisa dimanfaatkan untuk memberikan bantuan bibit tembakau gratis dan melakukan modernisasi "omprongan" kepada petani tembakau.
"Jangan semua cukai tembakau yang diterima pemerintah daerah dimasukkan ke dana aloksi khusus (DAK). Dana tersebut bisa diatur oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas tembakau agar harga komoditas itu meningkat," ujarnya.(*)