Lombok Tengah inginkan Bambu jadi HHBK Unggulan

id Lombok Tengah

Potensi ketersediaannya cukup luar biasa dan kepastian pasarnya ada, seperti lesehan menggunakan bambu yang makin berkembang. Belum lagi untuk kerajinan tangan
Mataram,  (Antara) - Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menginginkan bambu dijadikan komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan karena potensi bahan baku yang cukup tersedia dan pasar yang sudah jelas.

"Potensi ketersediaannya cukup luar biasa dan kepastian pasarnya ada, seperti lesehan menggunakan bambu yang makin berkembang. Belum lagi untuk kerajinan tangan," kata Kepala Bidang Usaha Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Tengah Ikhsan, di Mataram, Senin.

Hal itu diungkapkan pada acara menggagas pengembangan sentra usaha HHBK unggulan di kawasan hutan Rinjani Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), dalam rangka mengangkat ekonomi lokal.

Kegiatan itu diinisiasi oleh World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Regional Nusa Tenggara dan diikuti sejumlah pejabat terkait serta pelaku utama dari empat kabupaten di Pulau Lombok, yang mengelola kawasan hutan Rinjani, yakni Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah dan Lombok Timur.

Ikhsan menyebutkan, jenis bambu bernilai ekonomi tinggi yang ada di dalam kawasan hutan Rinjani adalah bambu jenis petung. Harganya bisa mencapai Rp1,8 hingga Rp2,5 juta per batang.

Selain bambu, lanjutnya, ada juga beberapa komoditas HHBK lainnya yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar pinggir kawasan hutan untuk menambah pendapatan mereka, seperti kemiri, durian dan tanaman buah lainnya.

Namun, bambu merupakan komoditas yang lebih menjanjikan untuk dijadikan sebagai komoditas HHBK unggulan di Kabupaten Lombok Tengah karena potensi bahan baku dan pasarnya yang cukup luas.

"Ketersediaan bahan baku menjadi modal utama kami. Lombok Tengah bahkan bisa menjadi pasar bambu lokal di Pulau Lombok. Jadi kalau orang butuh bambu, ingatnya Lombok Tengah," ucap Ikhsan.

Kabupaten Lombok Tengah, menurut dia, merupakan sentra yang potensial sebagai penghasil bambu. Namun, tentunya perlu ada semacam penguatan bagi masyarakat pinggir kawasan hutan agar mampu mengelola kekayaan sumber daya alam tersebut dengan baik dan berkelanjutan.

Upaya pembinaan tidak hanya bertumpu pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan, tapi dinas lain di Lombok Tengah, seperti Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, serta Badan Pelaksana Penyuluh.

Peran instansi vertikal seperti Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Dodokan Moyosari, yang berada di bawah Kementerian Kehutanan juga sangat dibutuhkan untuk memberikan dorongan dalam bentuk program.

"Dari kalangan lembaga swadaya masyarakat juga dipandang perlu sebagai pihak yang bisa melakukan pendampingan bagi masyarakat pinggir kawasan hutan yang memanfaatkan HHBK sebagai salah satu penunjang ekonominya," kata Ikhsan.