Menteri Susi Didesak Cabut Larangan Penangkapan Lobster

id Menteri Susi

"Kami meminta segera dicabut, karena bukan hanya NTB yang merugi akibat keputusan ini, tetapi seluruh nelayan di Tanah Air,"
Mataram, (Antara NTB) - Dewan Perwakilan Rakyat Nusa Tenggara Barat mendesak Menteri Susi Pujiastuti untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang Larangan Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan.

"Kami meminta segera dicabut, karena bukan hanya NTB yang merugi akibat keputusan ini, tetapi seluruh nelayan di Tanah Air," kata Ketua Komisi II DPRD NTB Syarifudin seusai dengar pendapat dengan pengurus Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) NTB di Mataram, Rabu.

Seharusnya, kata dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak serta merta memberlakukan peraturan tersebut tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan bila keputusan itu tetap diberlakukan.

Karena bagaimana pun, menurutnya, setiap keputusan yang dibuat seharusnya bisa disosialisasikan dan dikomunikasikan terlebih dahulu dari tingkat atas hingga level terbawah.

"Jadi kami merespons apa yang menjadi tuntutan para nelayan. Karena itu, kami bersama pemerintah daerah akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan pertemuan dan menyampaikan persoalan ini ke KKP," jelasnya.

Gubernur NTB TGH Zainul Majdi meminta agar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang Larangan Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan ditinjau ulang, bila perlu dicabut atau ditunda.

"Sebetulnya sebelum ini merebak pemerintah provinsi melalui gubernur sudah meminta KKP untuk merevisi peraturan itu. Tetapi rupanya permintaan kita ini tidak direspons," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Aminollah.

Kata dia, permintaan itu sesuai arahan Gubernur NTB, agar pemerintah melalui KKP menunda Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang Larangan Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan.

Karena jika peraturan tersebut tetap dipaksakan atau diteruskan, akan berdampak buruk terhadap nasib ribuan nelayan di daerah itu.

"Peraturan ini tidak hanya berdampak kepada nelayan NTB, tetapi nelayan lain yang ada di seluruh Indonesia," ujarnya.

Menurut dia, jika KKP mengeluarkan peraturan seperti itu, semestinya bisa dibedakan mana bibit yang tidak boleh dan boleh untuk ditangkap ataupun dizinkan untuk di ekspor keluar negeri. Tidak seperti sekarang seluruh bibit lobster, kepiting dan rajungan di bawah ukuran 8 cm tidak boleh diekspor atau ditangkap.

"Mestinya harus ada Kepmen tersendiri yang mengatur soal ini. Tidak seperti saat ini semua diratakan seperti itu," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Budidaya Dinas KKP Provinsi NTB Sasi Rustandi menjelaskan surat edaran Permen KKP dikirim pada tanggal 14 Januari dari Badan Karantina Ikan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan KKP NTB, selanjutnya surat edaran diterima Balai Karantina Selaparang tanggal 15 Januari.

"Jadi begitu Balai Karantina menerima pemberlakuan tentang larangan penangkapan dan pengiriman lobster di bawah ukuran 8 centimeter itu, maka para nelayan tidak bisa lagi melakukan ekspor," ujarnya.

Ia menjelaskan, di dalam Permen KKP terutama pasal 3 ayat 1 huruf a, dikatakan bahwa penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan dapat dilakukan dengan ketentuan ukuran karapas atau cangkang lobster harus di atas 8 cm.

Namun, di sisi lain banyak berkembang di dalam KKP sendiri, bahwa peraturan itu diperuntukkan bagi lobster, kepiting atau rajungan induk, bukan untuk bibit.

"Ini juga waktu itu pernah menjadi pertanyaan Komisi IV DPR RI yang berkunjung ke NTB. Mereka berjani akan menyampaikan hal itu ke Menteri KKP," katanya. (*)