Mataram (ANTARA) - Keberhasilan dalam memberantas illegal fishing atau penangkapan ikan ilegal di kawasan perairan nasional juga ingin dibawa hingga ke tingkat mancanegara oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Dalam pembukaan Lokakarya Internasional tentang IUU Fishing dan Kejahatan Terorganisir di Industri Perikanan yang digelar di Kantor KKP, Jakarta, 22 Juli, Menteri Susi menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap illegal fishing kepada dunia.
Hal tersebut antara lain dilakukan KKP dengan menggelar pelatihan dan lokakarya internasional tentang kejahatan terorganisir di industri perikanan global.
"Saya ingin menekankan untuk satu dua hari ke depan untuk pelatihan dan seminar karena penting untuk memahami makna IUU Fishing terhadap samudera dan sumber daya kelautan kita," kata Menteri Susi.
Menteri Kelautan dan Perikanan juga mengingatkan bahwa 71 persen dari bumi adalah samudera sehingga stok sumber daya ikan di Indonesia juga memasok perikanan bagi seluruh dunia.
Selain itu, ujar dia, kondisi sumber daya kelautan di satu negara juga akan sangat berpengaruh kepada sumber daya kelautan yang terdapat di negara lain sehingga di sinilah pentingnya kerja sama untuk keberlanjutan samudera.
Indonesia sejak dipimpin oleh Presiden Joko Widodo juga telah menekankan misi baru di mana sebelumnya negara ini berorientasi lebih kepada pertanian, kini RI ingin menjadi negara maritim.
"Kami (bangsa Indonesia) ingin menjadikan lautan sebagai masa depan bangsa," kata Susi Pudjiastuti.
Untuk itu KKP melaksanakannya dengan memegang tiga prinsip yaitu kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan, di mana yang terakhir akan otomatis tercipta bila dua awal terwujud.
Dengan berbagai kebijakan yang telah diprakarsainya untuk memberantas penangkapan ikan ilegal, Menteri Susi menyatakan bahwa saat ini sudah ada perubahan yaitu adanya peningkatan jumlah dan ukuran yang ditangkap nelayan tradisional, serta meningkatnya kontribusi sektor kelautan dan perikanan domestik terhadap perekonomian nasional.
Pidana korporasi
Menteri Kelautan dan Perikanan RI dalam sejumlah kesempatan juga meminta kepada negara-negara di dunia yang memiliki kepentingan legal langsung terhadap kejahatan lintas negara terorganisir, bahwa saat ini sudah saatnya menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi.
Selain itu, ujar dia, sudah saatnya peran Interpol diperkuat dengan memiliki dana yang lebih besar dalam rangka memperkuat jaringan dengan negara-negara yang gigih memberantas kejahatan perikanan lintas negara ini, terutama untuk kualitas pertukaran informasi, asistensi investigasi dan pengembangan kapasitas.
Indonesia sendiri dinilai sudah maju dalam melakukan langkah-langkah untuk memberantas penangkapan ikan ilegal yang terindikasi dari berhasilnya lobi Indonesia dalam meningkatkan kewaspadaan global terhadap aktivitas IUU Fishing.
Menurut Susi, hal tersebut terindikasi antara lain dari keberhasilan Indonesia untuk mendorong Forum KTT G20 agar mereka sepakat mengakui IUU Fishing sebagai kejahatan yang harus disikapi dengan serius secara bersama-sama.
Salah satu cara untuk mencapai aksi bersama antara lain dengan mengajak berbagai negara agar dapat berbagi data sistem pengawasan kapal atau Vessel Monitoring System (VMS) mereka.
Susi juga mengungkapkan pengalamannya saat awalnya menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada November 2014, di mana dirinya menemukan bahwa ada hingga sekitar 10.000 kapal ikan eks-asing yang beroperasi di berbagai kawasan perairan Republik Indonesia.
Namun anehnya, diketahui bahwa izin kapal ikan eks-asing hanya ada sekitar 1.300 pada saat ini, sehingga diambil kesimpulan bahwa pemilik kapal-kapal eks asing tersebut secara ilegal menggandakan izin yang seharusnya hanya untuk satu kapal untuk setiap izin.
Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI menegaskan untuk melakukan moratorium dan langkah-langkah lainnya dalam memberantas penangkapan ikan ilegal sehingga hasilnya juga dapat terasa pada saat ini dan ingin dibagi kepada negara-negara lainnya.
Sementara itu, Sekjen KKP Nilanto Perbowo menyatakan bahwa pemerintah RI akan menggelar Program Pelatihan Internasional di bidang Perikanan. "Program pelatihan ini berada di bawah kerja sama Selatan-Selatan," kata Nilanto Perbowo.
Pelatihan yang digelar pada tanggal 22-28 Juli 2019 itu akan digelar di sejumlah kota seperti Tegal (Jawa Tengah) dan DIY Yogyakarta.
Pelatihan internasional tersebut bakal diikuti oleh sekitar 15 orang yang berasal dari negara-negara dari kawasan Asia-Pasifik, Afrika, dan kawasan Timur Tengah.
Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Moh Abdi Suhufan jmengapresiasi kesepakatan di dalam Forum G20 terkait inisiatif dan kepemimpinan Indonesia dalam memberantas praktik IUU fishing atau penangkapan ikan ilegal.
"Walaupun kesepakatan tersebut bersifat tidak mengikat, tapi akan menjadi concern negara-negara G20 dalam memberikan dukungan pada upaya pengurangan praktik IUU di seluruh dunia," kata Abdi Suhufan.
Dalam forum G20 yang berlangsung di Osaka Jepang, 28-29 Juni 2019, pemimpin negara-negara G20 berhasil menyepakati komitmen para pihak untuk menanggulangi IUU fishing secara global.
Atas keberhasilan tersebut, Iskindo memberikan apresiasi kepada delegasi Indonesia pada pertemuan tingkat kepala negara tersebut.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, lanjutnya, maka isu IUU akan menjadi perhatian negara-negara G20 dalam kerangka kerja sama global.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja menginginkan terbentuknya jaringan permanen dalam rangka mengatasi kejahatan perikanan transnasional atau lintas batas negara.
Menurut Sjarief, pembenahan pengelolaan laut dunia dapat dilakukan melalui pembentukan norma dasar yang diterima secara internasional, optimalisasi peran institusi atau lembaga organisasi internasional.
Elemen transnasional
Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Dr. Mas Achmad Santosa, mengingatkan bahwa kejahatan perikanan lintas negara adalah kejahatan yang sangat serus dan jelas mengandung elemen-elemen transnasional.
Selain itu, kejahatan transnasional itu juga kerap dilakukan dalam aktivitas kejahatan lainnya seperti pencucian uang, suap, penyelundupan narkoba, penyelundupan senjata, perdagangan orang, kerja paksa, kejahatan perpajakan, dan penyelundupan barang.
Senada dengan kebijakan Menteri Susi, LSM internasional The Pew Charitable Trust menyatakan publik harus dapat disadarkan terhadap bahaya illegal fishing atau penangkapan ikan ilegal sehingga semakin banyak pihak yang bisa diajak berkolaborasi guna mengatasinya.
"Empat peluru untuk memperkuat aksi dalam mengatasi kejahatan perikanan, pertama adalah edukasi," kata Project Director Ending Illegal Fishing The Pew Charitable Trust, Peter Horn.
Menurut Peter Horn, yang dimaksud dengan edukasi adalah menyebarluaskan dan membuat banyak orang menjadi paham bahwa mengapa penting bagi masyarakat untuk bisa mengambil aksi mengatasinya.
Sedangkan peluru lainnya, ujar dia, yang harus diperhatikan dalam rangka mengatasi kejahatan perikanan di berbagai negara adalah diligensi pembangunan kapasitas, transparansi dan saling membagi data, serta kolaborasi dengan berbagai pihak.
"Mereka perlu berkolaborasi dengan pihak lain, termasuk dengan NGO (Non Governmental Organization; atau LSM)," katanya.
Dengan kolaborasi yang ditawarkan Menteri Susi untuk dunia internasional, maka harapan untuk memberantas illegal fishing ke depannya juga akan semakin terbuka lebar.