Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menyatakan bahwa partisipasi pelaporan perlindungan anak pada aplikasi pengawasan berbasis digital Sistem Informasi Monitoring Evaluasi dan Pelaporan Perlindungan Anak (SIMEP PA) meningkat di tahun 2023.
"Seiring dengan tuntutan inovasi layanan publik berbasis digital, KPAI sejak tahun 2019 telah memiliki SIMEP PA. Partisipasi pengisian SIMEP PA KPAI mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2022," kata Ai dalam konferensi pers laporan akhir tahun 2023 KPAI di Jakarta, Senin.
Menurutnya, dengan tersedianya aplikasi SIMEP PA tersebut, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) dapat melaporkan capaian penyelenggaraan pemenuhan dan perlindungan hak anak sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.
Adapun data partisipasi pengisian oleh kementerian/lembaga, dari target sebanyak 43 kementerian/lembaga, partisipasi yang mengisi sebanyak 28 (65,12 persen), kemudian pemerintah provinsi dari target 38 provinsi, partisipasi yang mengisi sebanyak 26 provinsi (68,42 persen), pemerintah kabupaten dari target 416 kabupaten, partisipasi yang mengisi sebanyak 206 kabupaten (49,52 persen), pemerintah kota dari target 98 kota, partisipasi yang mengisi sebanyak 66 kota (67,35 persen) dan KPAD dari target 32, partisipasi yang mengisi sebanyak 18 KPAD (62,07 persen).
"Hasil pengawasan KPAI diharapkan meningkatkan pemahaman dan komitmen para pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan perlindungan anak, kemudian mendorong peran dan tanggung jawab masyarakat, media, dunia usaha dalam perlindungan anak serta meningkatkan kuantitas, kualitas, dan pemanfaatan laporan, serta rekomendasi KPAI," ujar dia.
Adapun dari berbagai hasil pengawasan yang KPAI lakukan tren persoalan perlindungan anak meliputi anak korban kekerasan yang cenderung meningkat setiap tahun, bahkan pelaku utama pelanggaran hak anak merupakan orang yang anak kenal dan relatif dekat dengan anak. Lalu, kompleksitas masalah perlindungan anak dilaporkan terjadi di ranah privat, dengan pelaku pejabat negara di lingkungan pendidikan maupun keagamaan.
Kemudian, tren berikutnya, yakni relasi kuasa yang kuat, dan hambatan keadilan di ranah hukum. Sedangkan di ranah adat dan budaya, adanya bias pemahaman pemenuhan dan perlindungan anak, pengaruh negatif internet dan lemahnya literasi terhadap anak, keluarga, lembaga pendidikan dan sosial masyarakat.
Tren selanjutnya yakni akses dan sarana prasarana (sarpras) perlindungan dan pemenuhan hak anak yang masih rendah, serta belum optimalnya bimbingan psikologis baik dalam ranah edukasi maupun ranah perlindungan secara psikologis mengenai kesehatan mental dan perlindungan psiko-sosial.
Baca juga: Perlu regulasi yang jamin informasi layak untuk anak
Baca juga: KPAI sebut masyarakat perlu terlibat awasi pengasuhan dan kekerasan terhadap anak
"KPAI terus melaksanakan agenda strategis pengawasan di tahun 2023 dalam ruang lingkup hak sipil dan partisipasi anak, kualitas pengasuhan atau dispensasi pernikahan usia anak, percepatan penanganan stunting, perundungan di satuan pendidikan, menekan angka kekerasan fisik atau psikis, seksual dan penelantaran, pekerja anak, dan eksploitasi anak," ucap Ai.
KPAI juga terus berupaya melindungi anak korban jaringan terorisme, anak berhadapan dengan hukum, korban pornografi dan kekerasan di ranah daring, anak dalam situasi darurat, serta anak- anak minoritas serta di wilayah terpencil.