Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menyusun rencana induk atau master plan guna mendukung penguatan dan percepatan hilirisasi industri garam di wilayah itu.
"Salah satu roadmap atau master plan itu adalah melakukan hilirisasi garam melalui beberapa program diversifikasi, seperti modernisasi teknologi pergaraman," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Muslim di Mataram, Selasa.
Ia mengatakan penyusunan master plan garam ini, selain mendukung penguatan dan percepatan hilirisasi industri garam juga dilakukan dalam meningkatkan nilai jual dan menciptakan peluang ceruk pasar baru untuk komoditas garam rakyat di NTB.
Contoh program diversifikasi itu adalah melalui pabrik garam di Kabupaten Bima dengan meningkatkan kualitas garam krosok yang umumnya diproduksi petani di Bima dari sebelumnya berada di kualitas 3 (K3) dan K2 menjadi kualitas 1 dengan tambahan sentuhan teknologi.
"Tentu proses ini sudah kita mulai dalam rangka mewujudkan target Bapak Presiden pada 2027 harus swasembada garam," ujarnya.
Muslim mengakui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menghibahkan pembangunan pabrik garam di Kabupaten Bima senilai Rp11 miliar yang dikelola melalui koperasi. Hanya saja, setelah pabrik berdiri, pengelola koperasi menemui beberapa kendala, di antaranya modal, SDM pengelola, dan akses pasar.
"Pengelola ini masih butuh waktu dalam proses belajar mengoperasikan teknologi yang ada," terang Muslim.
Selain itu, kendala lain adalah pabrik garam ini tidak berproduksi secara kontinu, namun produksinya hanya berdasarkan pesanan-pesanan dari pihak lain.
"Pemprov NTB sudah bersurat kepada koperasi, termasuk Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bima untuk ikut membantu rencana bisnis pabrik, termasuk manajemennya. Bahkan kami sudah mengundang BPKP untuk ikut meninjau dan melihat apa faktor penghambatnya supaya ada perbaikan," terang Muslim.
Baca juga: Sebanyak 215 PMI asal NTB diberangkatkan ke Malaysia tanpa biaya
Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar pabrik garam di Kabupaten Bima itu dikerjasamakan kepada pihak ketiga, yang mampu dari sisi modal dan akses jaringan pasar serta kemasan.
"Koperasi tetap jalan, tapi perlu ada kemitraan dengan pihak ketiga supaya kesulitan modal, kesulitan pasar dan keberlanjutan produksi bisa diatasi secara optimal," ujar Muslim.
Baca juga: Museum Negeri NTB ajak generasi muda peduli krisis iklim global
Lebih lanjut, Muslim mengatakan untuk mewujudkan swasembada garam tidak bisa hanya dilakukan oleh daerah tetapi dibutuhkan dukungan dan kontribusi dari pemerintah pusat, salah satunya meningkatkan infrastruktur di sentra-sentra produksi garam.
"Selama ini harga garam itu dari lokasi tambak garam diangkut ke jalan raya yang ada di Bima ongkosnya itu satu karung Rp20.000. Tapi keuntungan garam yang diperoleh petani ini cuma Rp5.000 setelah potong biaya operasional. Mau pakai kendaraan roda tiga atau truk atau pick-up. Tapi jalannya tidak representatif karena ketika menjual, keuntungan didapat kecil, sedangkan operasional cukup besar sehingga tidak menutup. Tapi ini jadi PR untuk perbaikan," katanya.
Pemprov NTB susun rencana induk percepatan hilirisasi garam
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Muslim. ANTARA/Nur Imansyah.
