Badung (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar mengenalkan metode dan alat bantu dalam mengecek fakta setiap informasi atau berita kepada puluhan jurnalis di Bali.
Ketua AJI Denpasar Eviera Paramita Sandi di Badung, Sabtu (23/3), mengatakan kegiatan bernama "Intermediate Factchecking Training" ini memang ditujukan bagi jurnalis sebagai pelatihan lanjutan yang mereka buat sejak 2018.
“Di hari pertama peserta lebih banyak dikenalkan teori dan alat bantu untuk pengecekan fakta, sedangkan hari kedua akan lebih banyak praktik,” kata dia.
Beberapa alat bantu yang disarankan merupakan bagian dari fitur-fitur yang dikembangkan Google, seperti Google Lens untuk memastikan keaslian gambar dan mencari sumber utamanya, Google Maps dan Google Earth dapat memastikan sebuah lokasi.
Beberapa kanal dan aplikasi ekstensi tidak berbayar juga dikenalkan agar dapat dimanfaatkan para jurnalis untuk melawan paparan berita bohong yang diterima masyarakat.
Beberapa metode sederhana juga diberikan, seperti cara memastikan fakta dari hasil tangkap layar. AJI Denpasar sering menemukan berita bohong berlatar kanal sebuah media arus utama, padahal media tersebut tidak pernah membuat berita yang dimaksudkan.
Oleh karena itu, AJI mengajak 25 jurnalis di Bali dalam membuat konten debunkin atau melawan pembaca yang sudah terpapar berita bohong dengan membuat cek fakta.
“Output-nya peserta diharapkan bisa membuat konten debunking, sehingga akan banyak konten cek fakta di media masing-masing dan ada komunitas jurnalis antihoaks di Bali,” ujarnya.
Pada hari pertama, pelatihan cek fakta menelusuri konten asli dengan analisa sumber dan teknik pencarian Google serta Artificial Intelligence (AI); verifikasi lokasi, verifikasi waktu, dan citra satelit; serta membahas audit media sosial dan akun palsu terkoordinasi.
AJI Denpasar menilai pelatihan cek fakta yang mereka buat penting untuk mendorong makin banyak media memiliki konten cek fakta, terutama di daerah, atau setidaknya terbangun aksi kolaborasi antarjurnalis dalam membuat cek fakta.
“Ini bisa dibilang sangat penting, karena jurnalis dihadapkan dengan malinformasi bahkan tsunami informasi yang berasal dari internet, dimana informasi tersebut banyak diakses masyarakat dan jadi rujukan berbagai kalangan,” kata Eviera.
Ia mengemukakan tentang pentingnya kebenaran informasi yang tersebar di media massa.
Baca juga: ICDX gelar kelas jurnalis bahas perdagangan berjangka
Baca juga: Jurnalis harus dapat hak normatif sebagai pekerja kantor
“Padahal, informasi yang ada di internet belum semuanya teruji kebenarannya bahkan banyak manipulasi sampai hoaks. Tugas jurnalis sendiri menjernihkan informasi-informasi tersebut sebelum disampaikan ke khalayak,” katanya.
Berita Terkait
Cek fakta, Apakah Indonesia kekurangan 140.000 dokter?
Senin, 5 Februari 2024 11:07
Mari cek fakta pernyataan Mahfud soal food estate proyek gagal
Senin, 22 Januari 2024 10:09
Sejumlah jurnalis terluka akibat serangan Israel
Sabtu, 13 April 2024 5:02
Perlunya regulasi untuk keamanan para jurnalis
Senin, 8 April 2024 12:29
Jurnalis berperan penting tangani kesiapsiagaan bencana
Sabtu, 30 Maret 2024 8:56
AJI sebutkan perusahaan pers memahami pentingnya keselamatan jurnalis
Jumat, 29 Maret 2024 16:40
Ketua AJI Sasmito sebut kekerasan terhadap jurnalis perempuan perlu diintervensi
Jumat, 29 Maret 2024 5:53
LBH Pers sebutkan keselamatan jurnalis harus sinkron dengan UU KK
Jumat, 29 Maret 2024 5:49