Ketidaksepahaman terkait pelaksanaan ibadah perlu dialog

id Dirjen HAM,Kemenkumham,Kekerasan saat ibadah,Tangerang Selatan

Ketidaksepahaman terkait pelaksanaan ibadah perlu dialog

Arsip foto - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM RI Dhahana Putra. (ANTARA/HO-Ditjen HAM)

Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM RI Dhahana Putra mengatakan bahwa ketidaksepahaman di antara masyarakat terkait pelaksanaan ibadah perlu diselesaikan dengan dialog yang mengedepankan toleransi dan nilai-nilai HAM.

“Jika ada ketidaksepahaman terkait pelaksanaan ibadah maka perlu dialog dengan mengedepankan semangat toleransi dan hak asasi manusia, bukan menggunakan kekerasan,” kata Dhahana dalam keterangan resmi diterima di Jakarta, Selasa.

Dhahana menyampaikan itu sebagai respons atas kasus kekerasan yang menimpa sejumlah mahasiswa saat melakukan ibadah di Kota Tangerang Selatan pada Minggu (5/5). Menurut Dirjen HAM, kejadian tersebut tidak sepatutnya terjadi di Indonesia yang menjunjung tinggi Pancasila.

Dia berharap, Pemerintah Kota Tangerang Selatan, aparat penegak hukum, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan para pemangku kepentingan setempat untuk bersinergi menengahi permasalahan itu dengan arif dan bijaksana, sehingga tidak menimbulkan potensi konflik ke depan.

“Jika memang ada kendala dalam pelaksanaan ibadah, mudah-mudahan ini dapat dibantu untuk difasilitasi, sehingga hak beribadah yang dijamin oleh konstitusi dapat terakomodasi dengan baik dan tentunya tertib,” tutur Dirjen HAM.

Dia juga menegaskan bahwa keberagaman agama dan keyakinan merupakan anugerah Tuhan kepada Bangsa Indonesia yang menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama.

Oleh sebab itu, kata Dhahana, persoalan toleransi antarumat beragama perlu menjadi perhatian mendalam. Terlebih, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah menekankan pentingnya melindungi hak beribadah yang menjadi amanat konstitusi.

“Hemat kami, tentu pernyataan Bapak Presiden Jokowi dalam rakor (rapat koordinasi) di Sentul tahun lalu perlu menjadi pertimbangan saksama para kepala daerah dalam menghadapi persoalan atau isu seputar kebebasan beragama,” imbuh dia.

Menurutnya, upaya membangun pemahaman seputar isu toleransi antarumat perlu dibarengi dengan diseminasi HAM yang berkesinambungan dan melibatkan pelbagai pihak di samping memastikan aspek regulasi dan penegakan hukum.

Ia menyebut Direktorat Jenderal HAM berkomitmen untuk meningkatkan pemahaman toleransi beragama. Salah satunya, melalui kerja sama dengan Leimena Institute untuk menggelar diseminasi HAM terkait isu toleransi dan kebebasan beragama di sejumlah daerah.

“Dalam upaya membangun kesadaran pentingnya toleransi dan kebebasan beragama, kami telah berkolaborasi bersama mitra-mitra kerja sama untuk melakukan diseminasi HAM dengan mengedepankan pendekatan martabat manusia,” ujarnya.

Sebelumnya, Polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus kekerasan yang menimpa sejumlah mahasiswa saat melakukan ibadah di Jalan Ampera RT 007/RW 002 Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan pada Minggu (5/5).

Baca juga: Senator AS ancam sanksi keras ICC
Baca juga: Perlu tingkatkan sosialisasi perlindungan HAM sektor bisnis


"Dalam serangkaian gelar perkara dapat disimpulkan cukup bukti sehingga terhadap beberapa saksi yang terlibat ditetapkan sebagai tersangka, yakni D (53), I (30), S (36), A (26)," kata Kapolres Metro Tangerang Selatan AKBP Ibnu Bagus Santoso dalam keterangan yang diterima, Selasa.

Kronologi kasus ini berawal pada Minggu (5/5) sekitar pukul 19.30 WIB, di sebuah rumah ketika sedang diadakan doa bersama. Tersangka D mendatangi rumah tersebut sambil berteriak-teriak agar membubarkan diri, lalu tersangka I, S, dan A datang sambil membawa senjata tajam untuk mengancam para jemaat yang sedang beribadah.