Penerapan cofiring PLTU Jeranjang Lombok

id biomassa,cofiring PLTU,PLTU Jeranjang,PLN Indonesia Power

Penerapan cofiring PLTU Jeranjang Lombok

Kepala Dinas ESDM Provinsi NTB Sahdan (tengah), Manager Unit PLN Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Jeranjang Yunisetya Ariwibawa (kiri) dan koordinator masyarakat penyedia biomassa sawdust Mansyur (kanan) di stockpile biomassa PLTU Jeranjang di Lombok, Jumat (6/9/2024). ANTARA/HO-PLN IP

Lombok, NTB (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menilai penerapan program cofiring yang menggunakan biomassa sebagai bahan bakar pengganti batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang Lombok, bisa memberikan manfaat ganda bagi masyarakat maupun lingkungan.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTB Sahdan menyebutkan selain menciptakan dampak positif bagi lingkungan dan sosial, penerapan cofiring (penggunaan bahan bakar pengganti bagi pembangkit)  yang dilakukan PLN Indonesia Power UBP Jeranjang juga sejalan dengan program pengembangan energi baru terbarukan (EBT) untuk mencapai target Net Zero Emission pada 2050 di wilayah NTB.

"Program cofiring ini ada kaitan dengan pengembangan EBT. Green energy betul-betul kita perjuangkan agar apa yang menjadi cikal bakal masyarakat ini musti kita capai di tahun 2050 untuk NTB," kata Sahdan di Lombok, Jumat.

Sahdan menyebut pemanfaatan biomassa pada PLTU Jeranjang juga dapat mendukung sektor pariwisata, dengan menghadirkan green energy yang minim emisi. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke destinasi wisata NTB, khususnya Lombok.

"Kita ketahui cofiring banyak manfaatnya. Selain sebagai green energy untuk mendukung transisi energi, program itu membawa manfaat bagi masyarakat," tambah Sahdan.

Menurut Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra, biomassa menjadi pilihan untuk dijadikan energi primer menggantikan peran batu bara. Aksi ini merupakan bentuk komitmen PLN grup dalam upaya transisi energi serta mendukung percepatan target nol bersih karbon atau net-zero emission (NZE).

Ia menyatakan cofiring biomass ini juga merupakan salah satu green booster dalam program akselerasi peningkatan bauran energi terbarukan di Tanah Air.

"Penggunaan biomassa pada unit bisnis pembangkitan khususnya PLTU ini berdampak pada penurunan emisi yang berasal dari sektor kelistrikan, hal ini merupakan dukungan PLN IP sebagai Subholding PLN kepada pemerintah untuk mencapai net-zero emission  pada tahun 2060," kata Edwin.

Sementara itu, Manager Unit PLN Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Jeranjang, Yunisetya Ariwibawa mengatakan PLTU Jeranjang telah memanfaatkan beragam limbah untuk dijadikan bahan baku biomassa yang dimanfaatkan sebagai energi primer untuk mengurangi peran batu bara. Adapun limbah tersebut mulai dari hasil olahan sampah atau solid recovered fuel (SRF), serbuk kayu atau sawdust, woodchip dan Limbah Racik Uang Kertas (LURK).

Baca juga: Menkeu sebut proses pensiun dini PLTU Cirebon-1 masih berlangsung
Baca juga: PLTU Sambelia FTP 2 Siap Tingkatkan Keandalan Listrik dan Ekonomi NTB


"Untuk PLTU Jeranjang kami menggunakan biomassa dari SRF, kemudian sawdust dan woodchip, yang terakhir ada LURK, secara akumulatif total konsumsi biomassa PLTU Jeranjang sepanjang 2024 hingga Agustus ini mencapai 15.796 ton," kata Ariwibawa.

Salah satu koordinator masyarakat penyedia biomassa sawdust, Mansyur mengungkapkan bahwa penyediaan bahan baku biomassa untuk PLTU Jeranjang berdampak pada pemberdayaan masyarakat sekitar Lombok.

Menurut Mansyur, penyediaan sawdust ini berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat dan membuka lapangan kerja baru. Para pengrajin kayu juga mendapat manfaat dari program cofiring karena serbuk kayu yang sebelumnya hanya menjadi limbah kini memiliki nilai ekonomi.

"Kita mengumpulkan potensi-potensi lokal, kalau sumber kami adalah se-Pulau Lombok. Jadi ada ratusan ton perkiraan yang didatangkan setiap harinya. Untuk pendapatan tentunya meningkat dua kali lipatnya, yang awalnya berpenghasilan Rp50 ribu setiap harinya kini dapat mencapai Rp100 hingga 150 ribu," kata Mansyur.

Mansyur dan anggota kelompoknya mendapat target menyediakan 3 ribu ton biomassa sawdust dalam satu tahun. Untuk menyediakan hasil olahan serbuk gergaji kayu tersebut membutuhkan tenaga 50 orang, selain itu juga ada pihak lain yang berperan dalam kegiatan ini.

"Kami kerja sama dengan para pengolah kayu yang ada di Lombok, rata-rata limbah serbuk kayu yang dipakai jenisnya sengon, jati dan mahogani. Kalori yang dihasilkan oleh uap bahan kayu ini cukup baik," jelas Mansyur.