Karawang (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan, biostimulan berbasis rumput laut mampu menjadi prebiotik bagi komoditas perikanan budi daya.
Biostimulan tersebut diciptakan karena adanya persoalan kualitas air yang digunakan untuk budidaya komoditas ikan sidat, ditambah dengan adanya pasokan rumput laut yang dapat dimanfaatkan.
“Dia (biostimulan) itu sebagai prebiotik, prebiotik itu kan makanan yang kita kasih ke ikan diharapkan semua dicerna. Kalau semua dicerna kan berarti fesesnya sedikit, amonia sedikit, ikannya bagus (pertumbuhan),” ujar Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat Jamal Basmal di Karawang, Sabtu.
Inovasi tersebut menjadi jawaban atas persoalan yang dihadapi oleh Ketua Koperasi Mina Agar Makmur Usup Supriyatna yang mengeluhkan air bioflok budidaya sidat miliknya kotor, sehingga berpengaruh pada hasil pertumbuhan ikan.
Baca juga: Peneliti sebut pemanfaatan tanaman obat dalam masyarakat Bali kuno
Hasil pertemuan antara Usup dan Jamal lantas menghasilkan ide untuk memanfaatkan komoditas rumput laut jenis glacilaria yang juga sebagai hilirisasi emas hijau ini sebagai biostimulan atau suplemen perikanan.
Baca juga: BRIN collaborates with private firm on sorghum research
“Baru tiga hari langsung bagus kualitas airnya. Jadi biasanya kan airnya itu keruh karena banyak sisa pakan yang tidak terurai,” ujarnya Usup.
Selain ikan sidat, pihaknya juga menjajal biostimulan berbasis rumput laut pada komoditas udang hingga bandeng. Ia mengklaim hasil pertumbuhan komoditas situ lebih cepat dibandingkan dengan cara budidaya tradisional bahkan memberikan ketahanan hidup ikan budidaya (survival rate) hingga 70 persen.
“Ini 70 persen (survival rate),” katanya.