Mataram (Antaranews NTB) - Kalangan legislator Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mendorong kenaikan gaji non-pegawai negeri sipil (non-PNS) agar bisa setara dengan upah minimum kota (UKM).
"Jangan hanya kita mengawal penetapan UMK untuk karyawan swasta tetapi rumah tangga kita sendiri kurang diperhatikan, kan tidak logis juga," kata Ketua DPRD Kota Mataram Didi Sumardi di Mataram, Jumat.
Dikatakan, kenaikan gaji pegawai non-PNS ini sudah layak ditinjau kembali karena standar gaji yang didapatkan saat ini sebesar Rp1,2 juta per bulan masih jauh dari UMK 2018 sebesar Rp1,8 juta.
"Jika semangatnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan tidak menambah angka kemiskinan, saya rasa gaji pegawai non-PNS juga harus didesain sesuai penetapan UMK setiap tahunnya," kata politisi dari Partai Golkar ini.
Bahkan, apabila pemerintah kota mampu memberikan gaji lebih tinggi dari itu, akan sangat baik dan pastinya dapat memberikan kebahagiaan terhadap pegawai non-PNS.? ?
Didi menilai, untuk menyesuaikan gaji pegawai non-PNS dengan UMK masih dapat dilakukan asalkan pemerintah bersungguh-sungguh menggarap potensi pendapatan asli daerah (PAD) yang potensial.
"Masih banyak potensi PAD kita yang potensial tetapi belum digarap secara optimal. Misalnya, pajak parkir, hotel, restoran dan PBB serta potensi lainnya masih memungkinkan untuk ditingkatkan," katanya.
Sementara di sisi lain, Didi juga mengingatkan kepada ratusan pegawai non-PNS di lingkup Pemerintah Kota Mataram, agar kenaikan gaji pegawai non-PNS juga harus dibarengi dengan peningkatan kinerja.
"Dengan demikian akan terjadi sinergitas dan semangat kerja sama antara pemerintah kota dengan jajaran pegawai non-PNS," ujarnya.
Menyinggung tentang rencana pemerintah kota tidak akan menaikkan UMK untuk tahun 2019, karena alasan masih dalam masa pemulihan bencana gempa bumi,?Didi mengatakan, dalam hal ini yang terpenting adalah semua pihak bisa menerima dan kooperatif.
Apalagi Pemerintah Provinsi NTB telah menetapkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2019 sebesar Rp2.012.610 atau naik sekitar 10,28 persen dari UMP 2018, sementara rumusnya UMK harus di atas UMP.
"Namun dalam hal ini, kita berharap pihak-pihak yang berwenang dapat penentuan angka UMK sesuai dengan variabel yang ada dan dihitung secara profesional agar tidak hanya sekedar angka tetapi tidak bisa dilaksanakan," katanya.