Surabaya (ANTARA) - Menjelang dilaksanakannya Silaknas ICMI Nasional di Bogor, 5 Desember 2024 sampai dengan 8 Desember 2024, ICMI sebagai organisasi yang pernah menjadi rujukan pemerintah dalam kebijakan Keummatan, kini terpuruk dalam gagasan Keummatan dan eksekusinya, sebuah ironi ditengah surplus SDM yang dimiliki.
Cendikiawan Muslim seperti Nur Cholish Majid, BJ Habibie, Adi Sasono, dan lain lain di era tahun 90 an adalah tahun dimana para cendekiawan muslim mampu membumikan gagasan ke cendikiawanan, keummatan dan keindonesiaan. Paska reformasi dan hampir 25 tahun, ICMI memasuki fase teralienasi dan terjauh dari fragmentasi eksekusi gagasan gagasan keummatan. Mengapa bisa terjadi?
Indonesia tengah bersiap menyambut visi besar Indonesia Emas 2045, sebuah masa depan yang memerlukan kontribusi besar dari berbagai elemen bangsa. Salah satu elemen penting yang seharusnya memainkan peran strategis adalah ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Sebagai organisasi yang menghimpun para cendekiawan Muslim, ICMI diharapkan menjadi motor gerakan keummatan, menciptakan kebijakan berbasis intelektual dan nilai-nilai Islam untuk kemajuan umat.
Namun, ironi yang mencolok terlihat. Di tengah surplus sumber daya manusia yang dimiliki, ICMI justru mengalami kefakiran dalam eksekusi program-program keummatan. Organisasi ini yang pernah menjadi simbol kebangkitan intelektual Muslim kini tampak kehilangan ruhnya, menjauh dari akar keummatan, dan kian terfragmentasi.
Faktor-Faktor Penyebab Kefakiran ICMI
Kepemimpinan yang minta dilayani
Salah satu penyebab utama kefakiran ICMI adalah gaya kepemimpinan yang cenderung hierarkis dan minta dilayani, bukan melayani. Pola ini menciptakan jarak antara pemimpin dan anggota, mengikis semangat keegaliteran yang dulu menjadi fondasi organisasi. Ketika kepemimpinan kehilangan pendekatan yang rendah hati dan inklusif, solidaritas antaranggota pun menurun, dan organisasi sulit bergerak bersama.
Minimnya pemanfaatan teknologi digital
Di era digital, ICMI gagal memanfaatkan teknologi sebagai alat pemberdayaan dan penguatan jaringan. Ketidakhadiran di ruang digital membuat organisasi ini sulit menjangkau anggota muda dan memperluas pengaruhnya di tingkat nasional maupun internasional.
Fragmentasi dan Konflik Internal
Konflik di dalam tubuh organisasi, baik dalam bentuk faksi-faksi maupun perbedaan kepentingan, telah melemahkan solidaritas dan mengalihkan fokus dari program-program strategis keummatan.
Terlalu Elit Sentris
Fokus yang berlebihan pada kalangan elit cendekiawan membuat ICMI kehilangan koneksi dengan umat di tingkat akar rumput. Akibatnya, program-program yang dijalankan tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat luas.
Lemahnya Kemitraan dan Kolaborasi
ICMI jarang membangun kemitraan strategis dengan pihak lain, baik organisasi lokal, pemerintah, maupun lembaga internasional. Lemahnya kolaborasi ini mengurangi kapasitas organisasi untuk melaksanakan program keummatan yang berdampak luas.
Ketiadaan Program yang Relevan dan Berkelanjutan
Program-program ICMI sering kali bersifat seremonial, tanpa dampak nyata bagi umat. Hal ini menunjukkan kurangnya fokus pada kebutuhan konkret masyarakat, seperti pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan peningkatan kualitas hidup.
Mengembalikan Ruh Keummatan ICMI
Untuk mengatasi kefakiran ini, ICMI harus melakukan langkah-langkah strategis yang mengembalikan organisasi pada ruh keummatannya:
Revitalisasi Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan ICMI harus kembali kepada prinsip melayani, bukan minta dilayani. Pemimpin harus hadir sebagai pengayom, memupuk semangat keegaliteran, dan membangun kebersamaan dengan seluruh anggota organisasi. Kepemimpinan yang rendah hati dan inklusif adalah kunci untuk memperkuat solidaritas dan efektivitas organisasi.
Pemanfaatan Teknologi Digital
ICMI harus memanfaatkan teknologi digital untuk memperkuat komunikasi internal, meningkatkan keterlibatan anggota, dan memperluas dampak program keummatan. Platform digital juga dapat digunakan untuk menjangkau generasi muda yang menjadi kunci keberlanjutan organisasi.
Penguatan Kolaborasi dan Kemitraan
ICMI perlu membangun kemitraan strategis dengan berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat, pemerintah, dan lembaga internasional. Kolaborasi ini akan memperkuat kapasitas organisasi untuk menjalankan program yang berdampak besar.
Fokus pada Program Berbasis Kebutuhan Umat
Program-program ICMI harus dirancang berdasarkan kebutuhan konkret masyarakat, seperti pelatihan kewirausahaan, pendidikan berbasis teknologi, dan pemberdayaan perempuan. Program yang relevan dan berkelanjutan akan mengembalikan kepercayaan umat kepada ICMI.
Merangkul Komunitas Akar Rumput
ICMI harus kembali membangun koneksi dengan komunitas akar rumput. Program pemberdayaan yang melibatkan masyarakat langsung akan memberikan dampak nyata dan memperkuat posisi ICMI sebagai pelayan umat.
ICMI dalam Misi Indonesia Emas
Indonesia tidak akan mencapai visi emas tanpa kontribusi organisasi keummatan yang kuat. Sebagai organisasi cendekiawan, ICMI memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi motor penggerak perubahan yang berbasis intelektual dan spiritual. Namun, tanggung jawab ini hanya dapat diwujudkan jika ICMI berani melakukan transformasi.
Mengembalikan ICMI sebagai ruh keummatan bukan sekadar upaya untuk menghidupkan kembali kejayaan masa lalu, tetapi juga untuk menjawab tantangan masa depan. Dengan kepemimpinan yang melayani, kolaborasi yang kuat, dan program yang relevan, ICMI dapat kembali menjadi pelopor gerakan keummatan, memberikan kontribusi nyata dalam perjalanan bangsa menuju Indonesia Emas.
ICMI tidak harus mengerjakan hal hal yang sudah dilakukan oleh pemerintah, ICMI harus mampu menciptakan dan menambah nilai program program yang sudah dan sedang dijalankan, sehingga dengan demikian, ICMI akan selalu menjadi rujukan bagaimana menapaki jalan menuju Indonesia Emas
Surabaya, 22 Desember 2024
*) Penulis adalah Kolumnis, Akademisi dan Wakil Ketua ICMI Jatim, Tinggal di Surabaya