Jakarta (ANTARA) - Antropolog lulusan Universitas Indonesia (UI) Hilman Handoni menyebutkan kemiripan budaya antara satu daerah dan daerah lainnya disebabkan karena konsep batas administratif belum muncul di masa lalu sehingga interaksi antarkelompok masyarakat terjalin secara luas.
Hilman mencontohkan fenomena tersebut dengan membandingkan desain perahu tradisional antara masyarakat Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
"Ada kemiripan perahu Maluku Utara dengan perahu di Maluku dan jangan lupa, jangan-jangan perahu Maluku juga terpengaruh dengan perahu-perahu lesung bercadik dari Papua. Jadi saling mempengaruhi," kata Hilman di Museum Kebaharian Jakarta, pada Rabu.
Ia menjelaskan, batas administratif wilayah merupakan konsep modern yang muncul karena pengaruh kolonialisme bangsa Eropa yang kemudian dilanjutkan oleh Republik Indonesia.
Baca juga: Antropolog sebut upacara sebagai pengumuman dan penolak bahaya
Dia membandingkan dengan kondisi masyarakat di masa lalu yang bersifat kosmopolitan dimana mereka memiliki interaksi erat dengan berbagai orang dari wilayah-wilayah lain.
"Orang-orang Bajau yang kita kira itu adalah pengelana laut bukan orang terpinggirkan terluar, mereka sangat kosmopolit. Pada abad ke-19 ada seorang pelaut Bajau ditangkap di Brunei, ketika ditanya dia mau membeli sepatu buat istrinya di Singapura artinya itu sangat kosmopolit," paparnya.
Baca juga: IKN wajib fungsikan hutan sebagai relung budaya masyarakat
Sementara itu, peneliti dari Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lucas Wattimena menerangkan, terjadinya pertukaran budaya antar wilayah yang kemudian mempengaruhi kebudayaan suatu masyarakat disebabkan oleh posisi geografis Indonesia yang berada di jalur perdagangan strategis.
"Posisi kita secara kawasan itu sangat strategis karena di Asia Pasifik ada Australia ada India dan kita di bagian Asia Tenggara sehingga jalur-jalur itu harus kita pikirkan karena jalur perdagangan," imbuhnya.