Lombok Tengah (ANTARA) - Menurut data SIPSN, timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2023 sebesar 69,9 juta ton. Berdasarkan komposisi sampah yang ada di Indonesia, didominasi oleh sampah sisa makanan sebesar 41,60% dan sampah plastik sebesar 18,71%. Sedangkan dari sisi sumber sampah, sampah terbanyak berasal dari Rumah Tangga dengan prosentasi sekitar 44,37%. “Hal ini patut menjadi keprihatinan kita semua”, kita harus mengubah paradigma tentang pengelolaan sampah dari kumpul, angkut, buang ke TPA, menjadi pilah, guna ulang dan daur ulang, sedangkan sisanya hanya residu yang dapat dibuang ke TPA, disinilah ekonomi sirkular berjalan, sampah bukan lagi sampah yang dibuang, namun punya nilai dan dapat dimanfaatkan.
Persoalan sampah kita mulai dari diri kita dahulu, sebab kita semua memiliki sampah, rata-rata penduduk Indonesia memproduksi sampah 0,7 kg sampah setiap hari, sehingga tinggal di hitung dalam 1 rumah tangga misalnya terdiri dari 6 anggota keluarga 0,7 kg x 6 = 4,2 kg sampah/hari. Dari 4,2 kg lebih dari 50% adalah sisa makanan. Mari kita lihat Data SIPSN tahun 2023 untuk Lombok Tengah komposisi jenis sampah terdiri dari 55% sampah sisa makanan, sampah plastik 20%, karton 9%, kayu 7% dan logam 5%.
Menurut Kadis DLH Lombok Tengah, produksi sampah, baik itu sampah rumah tangga maupun sampah lainnya mengalami peningkatan, dimana sebelumnya mencapai 50 ton per hari sekarang lebih dari 70 ton per hari. Lihat di mataram.antaranews.com. 9 September 2024.
Selain memproduksi sampah, kita semua juga mampu “bicara” persoalan sampah, tapi miris kesadaran kita untuk mengolah sampah sangat minim, bahkan acuh, kita saling tuding, saling sindir, padahal persoalan kita sama yaitu sedang berhadapan dengan persoalan sampah, sehingga kepedulian nyata terhadap sampah tidak melulu bermuara pada kritik kepada pemerintah. Demikian juga pemerintah tidak melulu hanya taunya menghimbau warga tapi tidak kuat mengimplimentasi program dan inovasi penanganan sampah, hanya bicara kendala di soal “angka” anggaran.
Pengelolaan sampah menjadi tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, produsen maupun masyarakat selaku konsumen. UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengatur pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. Ancaman pidana buang sampah sembarangan seolah berhenti sampai plang pajangan, sebab ketika mereka dilarang membuang sampah di sungai dan selokan, mereka balik menuntut sediakan kami tempat pembuangan sampah (TPS), fakta yang terjadi tidak semua desa/kelurahan memiliki TPS.
Mengutip dari posting pkp.pasca.ugm.ac.id., bahwa beberapa problem sampah disebabkan karena;
1. Sistem Pengelolaan Sampah yang Tidak Efektif
Banyak negara, terutama di negara berkembang, masih memiliki sistem pengelolaan sampah yang kurang efisien. Tempat pembuangan akhir yang membludak, minimnya fasilitas daur ulang, dan infrastruktur yang terbatas menyebabkan sampah menumpuk dan mengotori lingkungan. Kurangnya teknologi pengelolaan yang tepat guna serta investasi dalam bidang ini memperburuk masalah.
2. Industri dan Produksi yang Tidak Ramah Lingkungan
Sektor industri berkontribusi besar dalam masalah sampah. Banyak pabrik dan perusahaan yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar tanpa mekanisme pengolahan yang baik. Limbah industri, baik cair maupun padat, sering kali dibuang langsung ke lingkungan tanpa melalui proses pengelolaan yang tepat, mencemari tanah, air, dan udara
Penyebab masalah sampah yang yang sampai jenuh disampaikan berulang ulang adalah kebiasaan membuang sampah sembarangan, tidak melakukan daur ulang, dan minimnya upaya pemisahan sampah organik dan anorganik. Dampak sampah: Sampah yang tidak tertangani dengan benar menjadi sumber pencemaran, baik di darat maupun perairan.
Khusus sampah plastik: Sampah plastik ini sulit terurai dan merupakan salah satu pencemar xenobiotik. Kita tidak menyadari, bahkan menganggap sampah sebagai sesuatu yang tidak berharga dan selesai begitu saja setelah produk dalam kemasan dikonsumsi.
Tulisan ini ingin mengajak kita untuk kita perlu “berkata”, bahwa sampah sebut misalnya sisa makanan, kita bungkus dengan plastik kresek, kadang sampai menimbulkan bau busuk lalu kita buang begitu saja, membuangnya pun di pinggir jalan, di sungai, di saluran irigasi, bau busuknya sampai berasa di ulu hati, lalu dalam pikiran kita ada petugas yang akan membersihkan. Pertanyaan kita, apakah mereka para petugas itu tidak merasakan bau busuk seperti kita? apakah petugas tidak jijik dengan belatung? Apakah kita pernah berbagi rezeki kepada mereka? Jika membayar bulanan, berapa rupiah / bulan, jika membayar Rp 25.000 per bulan = Rp. 800 /hari, sampah kita dijemput, isi sampah kita; pembalut, popok, beling, sisa membersihkan usus ayam, ikan, daging, buah, sayur mayur, tissue, dll, bahkan bangkai tikus yang mati di rumah kita. Lalu sudahkah kita bertanya berapa honor mereka para petugas sampah per bulan? Lalu mereka kita anggap sebagai tukang sampah, adakah diantara kita yang bercita cita ingin menjadi tukang sampah? Sampah kita sendiri saja jijik memegangnya, apalagi sampah orang lain, jangankan untuk memegang sampah, hanya untuk memilah sampah organik dengan sampah non organik kita enggan.
Karena itu, mari kita mulai dari diri kita masing masing, mengelola sampah kita, mulai dari memilah sampah kita, pecahan kaca (beling) tidak semua mereka memiliki alat pelindung diri (APD) sehingga beling atau pecahan kaca berpotensi melukai mereka para petugas sampa. Sampah plastik, sampah logam dan sampah organik kita pilah, lalu kita beri kepada mereka saudara saudara kita yang akan keliling menjemput sampah untuk mengelolanya. Mereka para petugas kebersihan, mereka para pengelola stasiun pengolahan sampah.
Jenis kegiatan mereka dalam pengelolaan sampah;
1. Limbah atau sampah organik dikelola untuk menjadi pakan magot dan bio kompos
2. Plastik akan dibersihkan dan dikemas untuk di daur ulang
Dalam situasi dan kondisi mereka para aktivis pengelola stasiun pengolahan sampah yang berlumur bau busuk masih ada diantara kita yang berpandangan sinis, iri dan dengki bahkan terkesan memandang hina. Oleh karena itu, mari kita beri support kepada mereka para aktivis pengelola sampah, agar kita tidak seperti sampah. Persoalan sampah adalah persoalan kita semua, kita semua memiliki sampah maka mari selesaikan masalah sampah dari kita terdahulu. Dimana-mana sampah sering dipersoalkan tapi kita tidak pernah persoalkan sampah diri kita sendiri, semut diseberang lautan kita ingin pandang begitu terang tapi semut di depan mata tidak mampu kita lihat setelah digigit semut baru berasa ada semut.
*) Penulis adalah Pemandu Kelompok Pengelola Pengolahan Sampah (KPPS) di Lombok Tengah