Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meminta kepada Komisi VIII DPR TI agar Dana Alokasi Khusus Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK PPA) tetap dialokasikan pada tahun 2026 - 2029.
"Dana Alokasi Khusus Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK PPA), baik fisik maupun nonfisik sudah tidak ada lagi. Padahal DAK PPA tersebut sangat dibutuhkan untuk membantu daerah menyediakan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO)," kata Menteri PPPA Arifah Fauzi saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/7).
Arifah Fauzi menekankan pentingnya anggaran DAK PPA dalam mendukung layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Ia mencontohkan ada tiga kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang saat ini membutuhkan anggaran untuk penanganan.
Pertama, kasus kekerasan yang dialami oleh seorang mahasiswi di Yogyakarta.
"Seorang mahasiswi yang disiram air keras oleh pacarnya dan sampai saat ini kondisinya masih memprihatinkan. Ketika kami datang ke Yogyakarta 1,5 bulan lalu, dana yang terpakai sudah sebesar Rp400 juta karena korban setiap pekan harus mengganti perban dan ketika mengganti perban harus dibius total karena saking parahnya kondisinya," kata Menteri Arifatul Choiri Fauzi.
Baca juga: KemenPPPA tekankan implementasi UU TPKS
Kemudian kasus perempuan yang menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh oknum ojek pangkalan di Jawa Barat.
"Sampai saat ini orang tua korban masih berutang kepada rumah sakit, sampai sekarang belum bisa dilunasi," kata Arifah Fauzi.
Baca juga: KemenPPPA kawal kasus kekerasan anak
Teranyar, dalam kasus penelantaran dan kekerasan terhadap anak. Korban anak kini telah menjalani tiga kali operasi di RS Polri Said Sukanto.
"Seorang anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya, yang sekarang ada di RS Polri. Per tanggal 3 Juni, biaya yang sudah dipakai adalah sebesar Rp157 juta. Anak ini tidak diketahui orang tuanya di mana sehingga kami harus mengambil alih apapun yang terjadi harus diselesaikan dulu, diprioritaskan dulu kesehatannya," kata Arifah Fauzi.