Lombok Timur (ANTARA) - Di balik keindahan alam Sembalun, Lombok Timur, tersimpan kisah inspiratif seorang petani perempuan gigih bernama Inaq Rina. Selama lebih dari dua dekade, ia mendedikasikan hidupnya untuk membudidayakan tanaman Asitaba, tanaman herbal yang dikenal memiliki segudang manfaat bagi kesehatan.
Berbekal lahan seluas 20 are dan bibit lokal, Inaq Rina membuktikan bahwa bertani Asitaba tak hanya menjanjikan, tetapi juga mampu menghadirkan pendapatan tetap yang mengubah kehidupannya.
Perjalanannya dimulai sejak 1996. Kala itu, ia hanya iseng mencoba menanam Asitaba. Namun siapa sangka, percobaan kecil itu menjelma menjadi sumber penghidupan yang kini menopang keluarganya.
“Saya sudah menanam Asitaba selama 20 tahun. Awalnya hanya coba-coba, tapi ternyata hasilnya luar biasa,” ujarnya sambil tersenyum saat ditemui di Sembalun, Senin (25/8).
Setiap musim panen, hasil yang diperoleh Inaq Rina tergolong melimpah. Dari kebunnya, ia bisa memanen lebih dari satu kuintal daun Asitaba. Jika diolah menjadi bubuk, setiap 10 kilogram daun akan menghasilkan sekitar 1 kilogram bubuk. Produk inilah yang kini menjadi primadona pasar dengan harga jual mencapai Rp150.000 per kilogram.
Tak hanya daun, getah Asitaba juga bernilai tinggi. Inaq Rina bisa menghasilkan 3–4 botol getah setiap kali panen, masing-masing berisi 600 mililiter dan laku di pasaran dengan harga Rp350.000 per botol.
“Getah Asitaba lebih bagus kalau dipanen sore hari,” ungkapnya, membagikan rahasia kecil dari pengalaman panjangnya.
Baca juga: 2.823 ton gabah petani di Lombok Timur dibeli Bulog
Pemasaran Asitaba hasil budidaya Inaq Rina berjalan lancar. Setiap pekan selalu ada pembeli yang datang langsung ke lahannya. Bahkan, permintaan tidak hanya datang dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri seperti Singapura, Malaysia, hingga Thailand.
Dari kerja kerasnya, Inaq Rina kini mampu mengantongi pendapatan bersih sekitar Rp4 juta per bulan. Uang itu cukup untuk membiayai kebutuhan rumah tangga, termasuk menyekolahkan anak-anaknya hingga ke bangku kuliah.
Namun, di balik pencapaian pribadi tersebut, ia menyimpan harapan besar.
“Prospek Asitaba ini sangat menjanjikan, tidak hanya untuk saya, tapi juga untuk masyarakat Sembalun lainnya. Saya berharap ada dukungan dari pemerintah agar budidaya Asitaba bisa lebih berkembang dan dikenal luas,” ujarnya penuh harap.
Kisah sukses Inaq Rina menjadi bukti nyata bahwa ketekunan dan kerja keras mampu menghadirkan hasil manis. Lebih dari itu, kisahnya menjadi inspirasi bagi petani lain untuk melihat Asitaba sebagai komoditas unggulan yang berpotensi menggerakkan roda ekonomi di Sembalun dan sekitarnya.
Baca juga: Kemenkumham NTB minta petani kopi Sembalun daftarkan kekayaan intelektual
