Tersangka kasus sengketa penginapan di Gili Trawangan Lombok ditahan

id polda ntb, penahanan tersangka, kasus perusakan, ancaman kekerasan, pemaksaan, sengketa lahan gili trawangan

Tersangka kasus sengketa penginapan di Gili Trawangan Lombok ditahan

Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat. ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menahan tersangka kasus perusakan barang dan pemaksaan dengan ancaman kekerasan dalam sengketa kepemilikan lahan yang menjadi lokasi penginapan di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Komisaris Besar Polisi Syarif Hidayat melalui pernyataan yang diterima di Mataram, Selasa, membenarkan adanya penahanan tersangka dalam kasus tersebut.

"Iya (sudah ditahan). Nanti langsung ke Kasubdit 3 untuk informasi lengkapnya," kata Syarif.

Kepala Subdit 3 Bidang Jatanras Reskrimum Polda NTB Komisaris Polisi Catur Erwin Setiawan menyampaikan bahwa tersangka dalam kasus yang diduga melanggar Pasal 406 KUHP dan/atau Pasal 368 ayat (1) KUHP ini adalah seorang perempuan berinisial KM.

"Kami melakukan penahanan di Rutan Polda NTB usai penyidik menemukan unsur pidana dan alat bukti yang dirasa sudah cukup kuat," ujar Catur.

Terkait adanya penanganan kasus serupa yang juga berjalan di Polres Lombok Utara dalam satu tahun terakhir ini, menurut dia, hal itu tidak menjadi soal.

"Bisa jadi mereka (Polres Lombok Utara) tidak yakin dengan indikasi pidana dan alat bukti yang dimiliki. Sedangkan, penyidik Polda NTB merasa yakin dengan alat bukti yang sudah dikantongi serta saksi yang mendukung," ucapnya.

Penyidik juga membantah ada anggapan kriminalisasi karena proses penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan sudah sesuai dengan aturan.

"Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan karena dikhawatirkan tersangka akan melakukan tindak pidana lagi," katanya.

Baca juga: Kejati NTB gandeng auditor hitung kerugian korupsi aset lahan eks PT GTI

Dia menjelaskan tersangka KM dalam kasus ini bertindak sebagai terlapor. Pelapornya berinisial MI, yang melakukan kontrak sewa atas lahan seluas 3 are untuk mendirikan penginapan.

Pelapor kala itu melakukan kontrak sewa dengan mantan suami tersangka KM, berinisial RI. Pelapor sepakat mengelola lahan dengan kondisi bangunan lama rusak parah akibat gempa tahun 2018 menjadi penginapan.

"Jadi, tersangka ini mantan istri dari yang menyewakan lahan ke pelapor," ujar Catur.

Dalam kontrak sewa yang disepakati hingga tahun 2035 tersebut, MI menyerahkan uang kepada RI senilai Rp360 juta. MI berani menjalin kesepakatan itu setelah mengetahui SPPT lahan tersebut mengatasnamakan RI.

Mereka menjalin kontrak dengan kesepakatan bahwa RI akan memproses pengajuan berkas sertifikat HGB dan menjamin kepada MI tidak ada gangguan. Bahkan, RI juga siap menyatakan ganti rugi ketika muncul persoalan di kemudian hari.

"Seluruh kesepakatan tertuang dalam kontrak sewa," kata pelapor MI yang ditemui di Mataram.

Baca juga: Kejati NTB pasang plang pengamanan dua tempat usaha di Gili Trawangan Lombok

MI mengaku usai menjalin kontrak sewa, dirinya mulai melakukan renovasi bangunan yang hancur karena gempa tahun 2018. Renovasi dimulai pada November 2023.

Proses renovasi berlangsung dalam periode satu tahun hingga selesai pada Agustus 2024. Pelapor MI membangun lokasi penginapan di atas lahan 3 are tersebut dengan biaya pengeluaran Rp1,5 miliar.

Tidak berselang lama, tempat usaha penginapan MI mulai berjalan. Namun, belum genap satu bulan, pada 21 Agustus 2024 ada surat somasi datang dari tersangka KM yang mengklaim atas kepemilikan bangunan tersebut.

"Dia menjelaskan kalau saya menjalin kontrak sewa dengan orang yang salah," ujarnya.

Awalnya, MI tidak menghiraukan somasi tersebut. Karena RI masih memberikan jaminan persoalan ini masih aman. Namun beberapa hari kemudian, datang somasi kedua. MI pun meminta kepada RI yang merupakan mantan suami KM agar serius merespons somasi ini.

RI kembali menjelaskan jika mantan istrinya KM tidak bisa menggugat tempat tersebut karena mereka sudah bercerai. Terlebih lagi, RI meyakinkan jika mantan istrinya KM tidak memiliki hak atas lahan tersebut.

Baca juga: Dua tersangka korupsi lahan eks GTI diperiksa Kejati NTB

Namun, pada 11 Oktober 2024, KM mendatangi tempat penginapan MI bersama kuasa hukum. KM merasa memiliki bukti dan berhak atas lahan tersebut.

MI mengatakan, dalam komunikasi dengan KM kala itu dirinya menanyakan bukti kepemilikan. Namun, MI mengatakan KM bersama pengacaranya tidak ada menunjukkan bukti atas klaim kepemilikan tersebut.

Selain meminta untuk mengambil alih atas lahan tersebut, orang suruhan KM melakukan perusakan tembok belakang, bar, lantai, hingga mengganti cat bangunan fisik penginapan yang dibangun MI.

"Atas perusakan dan pengancaman ini, KM kali pertama dilaporkan oleh RI ke Polres Lombok Utara," ujarnya.

Atas adanya kasus ini, MI dalam laporan ke Polda NTB mencatat nilai kerugian mencapai Rp1,86 miliar. Nilai itu muncul dari pembayaran kontrak sewa dan renovasi penginapan.

Pewarta :
Editor: Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.