Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan kerangka hukum baru untuk dua instrumen penting yang diperkenalkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yakni Special Purpose Vehicle (SPV) dan Pengelola Dana Perwalian atau Trustee.
Penyusunan regulasi dilakukan melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Badan Pengelola Instrumen Keuangan (SPV) dan Pengelola Dana Perwalian (Trustee).
"UU P2SK memberikan mandat yang jelas kepada pemerintah untuk memperkuat kerangka hukum instrumen keuangan, antara lain melalui pengaturan SPV dan Trustee, sehingga pendalaman pasar keuangan dapat dilakukan secara terarah dan terukur," ujar Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (SPSK) Kementerian Keuangan Masyita Crystallin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Diketahui, SPV merupakan sebuah badan khusus yang dibentuk untuk melakukan sekuritisasi aset sehingga memperluas alternatif pembiayaan dan meningkatkan efisiensi di pasar keuangan.
Dengan adanya kerangka hukum SPV, struktur pembiayaan diharapkan menjadi lebih terarah dan jelas sehingga instrumen keuangan Indonesia dapat menjadi lebih menarik bagi investor domestik maupun asing.
"Melalui pengaturan SPV, kami ingin memastikan bahwa kegiatan sekuritisasi aset dan pemanfaatan instrumen keuangan dilakukan dalam kerangka hukum yang jelas, transparan, dan kredibel sehingga dapat meningkatkan minat investor terhadap pasar keuangan Indonesia," jelasnya.
Baca juga: Menkeu optimistis kredit tumbuh dekati double digit tahun 2026
Sementara itu, Trustee merupakan badan usaha yang diberi mandat untuk menerima titipan dan mengelola aset berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik aset (settlor) dan penerima manfaat (beneficiary).
Dalam skema ini, aset yang dititipkan berada di pengelola (trustee), namun secara hukum terpisah dari kekayaan maupun risiko pihak yang menitipkan. Model ini meniru praktik di negara dengan sistem hukum common law, yang menerapkan pemisahan antara kepemilikan legal dan kepemilikan manfaat, serta prinsip bankruptcy remoteness. Prinsip tersebut memastikan aset dalam perwalian tetap aman jika pihak yang menitipkan aset mengalami masalah hukum atau finansial.
Baca juga: Kemenkeu mencatat penerimaan pajak Rp1.459,03 triliun Oktober 2025
"Dengan mengadopsi prinsip-prinsip seperti pemisahan kepemilikan legal dan manfaat serta bankruptcy remoteness, kerangka Trustee diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum yang memadai sekaligus meningkatkan kepercayaan pelaku pasar terhadap pengelolaan aset di Indonesia," kata Masyita.
Baca juga: KPK telusuri aset tersangka gratifikasi pajak Muhamad Haniv
Instrumen Trustee sendiri lazim digunakan di berbagai negara untuk pengelolaan dana filantropi, warisan, hingga berbagai instrumen investasi.
Dengan hadirnya landasan hukum di Indonesia, pemerintah menilai instrumen ini memiliki potensi luas, mulai dari pemanfaatan oleh PT SMI, Danantara, hingga Indonesia Investment Authority (INA), maupun pihak swasta dan masyarakat.
"Pemanfaatan instrumen SPV dan Trustee di Indonesia akan mendukung peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, sekaligus menyediakan opsi pengelolaan aset yang lebih beragam dan terstruktur bagi berbagai pemangku kepentingan," ujar Masyita.
Kemenkeu menyampaikan bahwa saat ini penyusunan RPP SPV dan Trustee masih berlangsung dan melibatkan konsultasi intensif dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan aturannya komprehensif dan implementatif. Pemerintah menargetkan regulasi ini memberikan kepastian hukum yang kuat agar pasar keuangan semakin dalam dan kompetitif.
