Mataram (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan adanya kebijakan APBN yang countercyclical atau mendukung adanya stimulus bagi pertumbuhan dalam menghadapi dinamika kondisi global yang melambat dan masih diliputi ketidakpastian.
"Strategi pemerintah menerapkan kebijakan countercyclical ini didukung dalam kinerja positif APBN dari sisi pendapatan, belanja maupun pembiayaan," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers perkembangan APBN di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani mengatakan APBN sebagai alat kebijakan fiskal bisa memberikan stimulus ketika kondisi ekonomi dalam negeri menghadapi tantangan global yang berpotensi menghambat kinerja pertumbuhan sepanjang tahun 2019.
Hal itu telah dilakukan pemerintah untuk mendorong kegiatan ekonomi pada periode Januari-April 2019 dengan melaksanakan program restitusi pajak kepada masyarakat maupun badan usaha hingga total mencapai Rp62 triliun.
Selain itu, pemerintah juga menggencarkan pemberian bantuan sosial, hingga 55,64 persen dari pagu, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, yang dalam jangka pendek mampu menjaga tingkat konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2019.
"APBN sebagai fiscal tools tidak berdiri sendiri, tapi juga mencerminkan kondisi ekonomi. Melalui countercyclical kita jaga spending meski pendapatan lemah. Kita tetap melaksanakan UU APBN sesuai rencana, meski defisit melebar," ujarnya.
Sri Mulyani mengakui kebijakan countercyclical ini telah mempengaruhi penerimaan pajak, terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tumbuh negatif 4,3 persen dibandingkan periode April 2018 sebesar 14 persen, karena kebijakan restitusi pajak.
Meski demikian, upaya stimulus ini, yang disertai pemberian insentif bagi penguatan iklim investasi dan peningkatan kualitas pendidikan vokasi, dapat memberikan sinyal positif terhadap perkembangan ekonomi nasional ke depan.
"Kita tidak menyangkal, tapi tetap waspada terhadap berbagai risiko maupun tantangan tersebut, dan melihat berbagai indikator yang ada," ujar Sri Mulyani.
Saat ini, perlambatan ekonomi dunia masih dipengaruhi berbagai isu, seperti tingginya tensi perang dagang antara AS-China dan pelemahan harga komoditas dunia, yang ikut mengganggu kinerja ekspor maupun impor Indonesia di awal 2019.
Kondisi tersebut telah menyebabkan neraca perdagangan nasional pada Januari-April 2019 mengalami defisit sebesar 2,56 miliar dolar AS dan penerimaan pajak dari sektor pertambangan mengalami penurunan karena berkurangnya permintaan.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengharapkan pertumbuhan ekonomi pada akhir 2019 dapat mencapai 5,3 persen sesuai asumsi, meski saat ini terdapat berbagai tantangan eksternal.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, yang pada triwulan I-2019 tercatat mencapai 5,07 persen, Suahasil mengharapkan adanya perbaikan kinerja investasi, terutama setelah pulihnya kepercayaan pemilik modal usai penyelenggaraan pemilu.
"Harapannya investasi, melalui pemberian insentif, dan kepercayaan yang lebih baik kepada ekonomi setelah pemilu. Semoga juga ada perbaikan dari kondisi ekonomi global," katanya.
Baca juga: Menkeu: APBN instrumen kebijakan untuk sejahterakan rakyat
Baca juga: Kemenkeu terus pantau APBN terkait kondisi global
Berita Terkait
Menkeu: Realisasi transfer ke daerah capai Rp141,4 triliun
Senin, 25 Maret 2024 17:04
Anggaran kesehatan terealisasi Rp183,2 triliun pada 2023
Rabu, 3 Januari 2024 6:17
Kemenkeu mencatat belanja pegawai 2023 mencapai Rp260,9 triliun
Rabu, 3 Januari 2024 6:15
Realisasi sementara anggaran pendidikan 2023 capai Rp503,8 triliun
Rabu, 3 Januari 2024 6:10
Minister seeks synergy for INSW to spur Indonesia's logistics sector
Jumat, 9 Juni 2023 22:34
Sri Mulyani outlines four challenges for Indonesian and global economy
Jumat, 19 Mei 2023 19:07
Utomo's wealth due to increase in his asset value
Rabu, 1 Maret 2023 7:12
Sri Mulyani: UU P2SK ubah nama BPR jadi Bank Perekonomian Rakyat
Kamis, 15 Desember 2022 15:19