Mataram (ANTARA) - Ratusan peserta Pesantren Kilat (Sanlat) Ramadhan 2019 yang digagas bersama sejumlah pihak, Minggu (26/5) sore, mendapat kesempatan melihat pusat riset organisasi Menteri-Menteri Pendidikan se-Asia Tenggara pada Pusat Regional Asia Tenggara untuk Biologi Tropis (Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology/SEAMEO BIOTROP).
Dipandu Product Development & Services Departement SEAMEO BIOTROP, Samsul Ahmad Yani, peserta kegiatan yang digagas bersama dengan Yayasan At-Tawassuth, dan Yayasan Prawitama (SMK Wikrama) dan Serikat Pekerja LKBN ANTARA itu, mengunjungi laboratorium penelitian.
Selain itu, dalam Pesantren Kilat Ramadhan 2019 yang didukung sejumlah mitra, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rumah Sakit Pelni, Star Energy, Yayasan Baitul Maal (YBM) BRI, Taman Safari Indonesia (TSI), Tiga Roda (Indocement), Batamindo Investment-Cakrawala, Cibinong Center Industrial Estate (CCIE), PT Anpa, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Faber Castell, Indofood, Alfamart, UNITEX, Lezza, dan The Jungle Waterpark Bogor itu, peserta dibawa melihat ke lokasi pengembangan produk bibit dan budi daya jamur pangan.
"Jika sumber protein hewani ada kolesterolnya, maka jamur Insya Allah tidak berisiko kolesterol," kata Samsul Ahmad Yani.
Ia menjelaskan bahwa Indonesia dikenal sebagai negara penghasil jamur konsumsi yang sangat beragam. Keberagaman ini adalah aset yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Jamur pangan/konsumsi yang paling banyak dibudidayakan adalah jamur tiram, jamur kuping, jamur merang dan jamur shiitake.
Jenis jamur tersebut banyak dibudidayakan untuk bahan makanan dan sayuran. Selain dikonsumsi dalam bentuk masakan beberapa jenis jamur dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar, baik dalam campuran salad maupun lalapan.
Bahkan dapat diolah menjadi keripik, nugget, permen jeli hingga puding jamur.
Ramdani, petugas di SEAMEO BIOTROP kepada peserta menjelaskan bahwa pihaknya mengembangkan jamur tiram dan bahkan kuping karena bisa dibudidayakan di dataran rendah daerah Jabodetabek.
Menggunakan serbuk kayu bermuatan zat selulosa,serilosa,lalu bahan-bahan plastik itu dikukus dalam drum dan disterilkan satu hari.
Kemudian, dicampur 4 campuran dedak, tepung jagung, gipsum, kapur dan air untuk membuat media dan kemudian dikomposkan untuk fermentasi semalam, lalu esoknya dimasukkan ke kantong plastik. Selanjutnya, diinkubasi selama 40 hari.
Komposisinya menggunakan sebanyak 200 kg serbuk kayu, bekatul 15 persen , gipsum 1,5 persen, dan air.
Harga jual di tingkat petani Rp10.000 hingga Rp15.000 per kg, di mana 1 "baglog" bisa tumbuh 4 kali.
Sementara itu, Star Energy, perusahaan yang mengelola pembangkit panas bumi terbesar di Indonesia, dalam kegiatan itu memaparkan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), termasuk bidang lingkungan.
Paparan tersebut disampaikan melalui video mengenai pemberdayaan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan dan lingkungan hidup, seperti pembibitan dan penanaman pohon.
Sementara itu, tausyiah menjelang berbuka puasa bersama itu disampaikan Ustadz Muadz Hendriman S.Ud mengangkat tema perlunya generasi muda ikut menjaga kelestarian lingkungan hidup
Berita Terkait
Puluhan Warga Mataram Lakukan Aksi Gunduli Kepala
Jumat, 21 Agustus 2015 15:53
Haji- 60 Persen Calon Haji Mataram Risiko Tinggi
Rabu, 19 Agustus 2015 21:37
Bupati Sumbawa Barat Evaluasi Jelang Akhir Jabatan
Selasa, 11 Agustus 2015 7:40
Legislator Kecewa Anggaran Sosial Minim Dialokasikan Pemprov NTB
Rabu, 5 Agustus 2015 23:18
Anggaran pengamanan pilkada sumbawa barat rp1,5 miliar
Jumat, 31 Juli 2015 15:01
Paket "K2" Pertama Mendaftar Ke KPU KSB
Senin, 27 Juli 2015 11:14
Paket "f1" didukung partai terbanyak dalam pilkada
Minggu, 5 Juli 2015 14:21
Ikan tuna NTB mengandung merkuri kadar rendah
Rabu, 10 Juni 2015 6:56