Mataram (ANTARA) - Badan Keuangan Daerah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengatakan penagihan pajak sarang burung walet tidak efektif karena belum diketahui kapan masa panen.
"Kami sudah mencoba mengerahkan petugas namun mereka juga kesulitan untuk bertemu dan mencari informasi dengan pengusaha," kata Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Mataram HM Syakirin Hukmi di Mataram, Jumat.
Ia mengakui, jumlah peternak sarang burung walet di Kota Mataram memang cukup banyak, namun pemerintah kota kesulitan untuk mengakses informasi masa panen untuk memudahkan pemungutan pajak.
"Karenanya, dari tahun ke tahun target pajak sarang burung walet sebesar Rp5 juta per tahun tidak pernah berubah, dan realisasinyapun hanya Rp500 ribu," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya lebih baik melakukan kajian terhadap rencana pencabutan Peraturan Daerah tentang Pajak Sarang Burung Walet karena dinilai tidak potensial menjadi pajak daerah.
"Untuk mengkaji pencabutan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak Sarang Burung Walet, kami akan membentuk tim yang akan melibatkan pihak luar," katanya.
Ia mengatakan, tim tersebut akan melibatkan akademisi, pakar ekonomi dan unsur lainnya agar bisa melakukan kajian secara detail sehingga usulan pencabutan perda tersebut tidak menyalahi ketentuan yang ada.
"Kami tidak ingin setelah perda dicabut ternyata sarang burung walet potensial menjadi pajak daerah. Karena itu, kajian akan kami lakukan secara detail dan menyeluruh," katanya.
Menurut Syakirin tingkat kesulitan untuk penangihan pajak sarang burung walet ini cukup tinggi. Pasalnya, sejauh ini belum ada pengusaha yang mengajukan izin usaha sarang burung walet. Izin usaha itu, katanya, menjadi dasar BKD untuk melakukan penarikan pajak.
"Jika tidak ada izin, maka penarikan pajak sama artinya tidak sah. Untuk itu, kami juga perlu berkoordinasi dengan Dinas Perizinan," katanya menambahkan.