NILAI TUKAR PETANI NTB NAIK 0,17 PERSEN

id



          Mataram, (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat nilai tukar petani (NTP) di daerah ini pada Desember 2009 mencapai 96,70 persen atau naik 0,17 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

         Kepala BPS NTB, Soegarenda, di Mataram (1/2), mengatakan, naiknya NTP itu disebabkan peningkatan indeks harga yang diterima petani sebesar 0,23 persen, sedangkan indeks yang dibayar petani hanya naik sebesar 0,06 persen.

         "Peningkatan NTP umumnya disebabkan naiknya harga-harga yang diproduksi petani terutama petani hortikultura, petani tanaman perkebunan rakyat dan petani peternak," katanya.

         NTP yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase) merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan.

         NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

         Pada Desember 2009, kata Soegarenda, NTP pada subsektor hortikultura meningkat sebesar 0,33 persen, subsektor perkebunan 0,10 persen, subsektor peternakan 0,76 persen dan subsektor perikanan 0,04 persen.

         "Sedangkan sub sektor tanaman padi dan palawija terjadi penurunan sebesar 0,04 persen karena kenaikan indeks yang diterima petani sebesar 0,09 persen relatif lebih kecil dibandingkan kenaikan indeks yang dibayar petani sebesar 0,13 persen," katanya.

         Ia mengatakan, dari 32 provinsi yang dilaporkan pada Desember 2009, sebanyak 20 provinsi mengalami kenaikan dan 12 provinsi mengalami penurunan. Kenaikan NTP tertinggi terjadi di Provinsi Sumatera Utara yakni sebesar 1,02 persen, sedangkan terendah terjadi di Provinsi Maluku yakni sebesar 1,13 persen.

         "Sementara nilai tukar petani NTB masih berada di bawah NTP Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masing-masing mencapai 103,56 persen dan 102,98 persen," katanya.

         Soegarenda yang sebelumnya bertugas di BPS Provinsi Gorontalo juga mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan harga-harga di pedesaan di tujuh kabupaten di Provinsi NTB, NTP masih mengalami fluktuasi setiap bulan selama periode Januari 2008 - Desember 2009.

         Pada Mei 2008 terjadi inflasi pedesaan tertinggi sebesar 4,28 persen yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Inflasi pedesaan cukup tinggi juga terjadi pada Agustus 2008 dan September 2009 yang disebabkan oleh permintaan yang meningkat pada bulan puasa dan hari raya Idul Fitri.

         "Pada Desember 2009, terjadi inflasi pedesaan di NTB sebesar 0,06 persen. Inflasi terjadi karena kenaikan lima indeks konsumsi rumah tangga yaitu bahan makanan 0,03 persen, makanan jadi 0,31 persen, sandang 0,31 persen dan kesehatan 0,04 persen," katanya.(*)