Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan imunitas sangat berpengaruh besar dalam kemampuan pasien termasuk pasien dalam pengawasan (PDP) dalam melawan COVID-19.
Menurut dia, beberapa kasus PDP yang meninggal dunia sebelum hasil pemeriksaan PCR diterima kemungkinan besar dipengaruhi oleh daya tahan tubuh yang lemah dan atau penyakit penyerta.
"Kalau imunitasnya baik biasanya meskipun terinfeksi itu imunitasnya masih bisa melawan sehingga tidak jatuh ke kondisi yang buruk. Jadi kemungkinan besar itu adalah faktor imunitas. Yang kedua, memang yang banyak sekarang terjadi kemungkinan besar adalah persoalan berkaitan dengan penyakit penyerta," kata Daeng kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Daeng menuturkan penyakit penyerta merupakan salah satu faktor yang menimbulkan besarnya angka kematian COVID-19, karena jika ada penyakit penyerta maka imunitas tubuh akan turun. Saat imunitas tubuh turun, serangan virus penyebab COVID-19 akan semakin berdampak buruk bagi kesehatan tubuh pasien dan akan mudah memperburuk kondisi pasien.
Di samping itu, dia mengkhawatirkan pelayanan kesehatan di daerah tidak selengkap di Jakarta, misalnya kurang tersedia alat kesehatan yang berkaitan dengan bantuan nafas ventilator. Jika alat kesehatan tidak memadai, maka akan sulit untuk memberikan perawatan kepada pasien terutama saat menghadapi skenario terburuk di mana terjadi lonjakan pasien COVID-19. Oleh karenanya, kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan di daerah-daerah harus diperkuat agar memadai dalam penanganan penyakit itu.
"Kalau pasiennya berlebih, tapi fasilitasnya kurang, kan pasien yang tidak mendapat fasilitas oksigen atau ventilator itu kasihan," tuturnya.
Daeng menuturkan penularan COVID-19 harus cepat dihentikan supaya tidak banyak orang menjadi sakit. Kalau banyak pasien bertambah, dikhawatirkan kapasitas rumah sakit yang melayani tidak mampu menampung mereka.
Selain menambah rumah sakit untuk penanganan COVID-19, pemerintah juga harus mencukupi peralatan kesehatan di rumah-rumah sakit supaya petugas kesehatan bisa merawat pasien dengan baik.
"Kalau bertambah terus pasien, rumah sakit itu tidak akan menampung. Kalau tidak mampu menampung pasti akan menyebabkan kondisi pasien memburuk, misalnya tidak ventilator, itu beresiko," tuturnya.
Untuk mencegah bertambahnya kasus COVID-19, maka sumber penularan COVID-19 melalui kontak harus dihentikan. Untuk itu, masyarakat harus konsisten melakukan jaga jarak aman antar orang (social distancing).
"Tolong jangan dianggap enteng masalah 'social distancing' ini karena sumber penularan virus Corona ini justru manusia... Yang penting itu manusia ini tidak boleh ketemu manusia lainnya supaya tidak menular terus-menerus," ujarnya.
Gerakan tetap tinggal di rumah juga menghentikan penularan COVID-19 karena bermanfaat agar yang sehat tidak tertular oleh penyakit, dan yang sakit tidak menularkan kepada yang sehat.
"Kalau penularannya berhenti dalam dua minggu atau satu bulan virusnya hilang sendiri," ujarnya.
Pelaksanaan isolasi mandiri atau gerakan tetap tinggal di rumah dapat berjalan efektif jika ada pengawalan dan pengawasan untuk memastikan itu terlaksana di lapangan, jadi tidak hanya sekadar imbauan ke masyarakat.
"Karena kalau tidak diawasi kepatuhan masyarakat untuk melakukan 'social distancing' atau diam di rumah atau karantina di rumah itu masih rendah tidak efektif," tuturnya.
Pengawalan dan pengawasan itu dapat dilakukan oleh aparat keamanan yakni Bintara Pembina Desa (Babinsa), petugas Keamanan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) dan aparat pemerintah dari Satuan Polisi Pamong Praja sampai RT/RW.