PENASIHAT HUKUM RAHMAT MINTA DAKWAAN KORUPSI DIBATALKAN

id



          Mataram, 23/12 (ANTARA) - Tim penasihat hukum meminta majelis hakim membatalkan dakwaan jaksa penuntut umum yang mendakwa politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Rahmat Hidayat terlibat praktik korupsi dana APBD NTB 2003.

         Permintaan tersebut disampaikan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kamis, dengan agenda pembacaan keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

         Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi yang melibatkan mantan pimpinan DPRD NTB periode 1999-2004 selaku terdakwa itu dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri (PN) Mataram, H. Ali Makki, SH, MH, selaku ketua majelis hakim, dibantu dua orang hakim anggota masing-masing Eddy, SH dan Jon Sarman Saragih, SH.

        JPU hanya seorang dari tiga jaksa yang menghadiri persidangan tersebut yakni Sugiyanta, SH, yang juga  Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB).

         Sementara tim penasihat hukum sebanyak empat orang, namun hanya dua orang yang secara bergantian membacakan nota keberatan yakni Sirra Prayuna, SH dan Zen Smith, SH.

         Dalam nota keberatannya, penasihat hukum Rahmat Hidayat, menyatakan berhak mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU sesuai Pasal 156 ayat 1 Kitap Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

         Pasal itu memberi tiga pilihan bagi penasihat hukum terdakwa yakni keberatan atas kewenangan majelis hakim, keberatan terhadap dakwaan yang tidak dapat diterima dan dakwaan harus dibatalkan.

         "Kami memilih keberatan terhadap dakwaan yang harus dibatalkan, karena surat dakwaan itu tidak cermat, tidak jelas dan tidak akurat," ujarnya.

         Menurut tim penasihat hukum itu, dakwaan primer maupun subsider yang dipergunakan JPU tidak mengena sasaran.

         Mereka menegaskan bahwa biaya pendukung DPRD NTB tahun 2003 sudah tercantum dalam APBD NTB 2003 dan ditegaskan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1/2003, sehingga tidak ada alasan untuk menyatakan penerimaan dana tersebut menyimpang dari aturan.

         Demikian pula, dana Asuransi Bumi Putera dan Asuransi Jiwa Sraya, yang menurut tim penasihat hukum, juga sudah tercantum dalam APBD NTB 2003.

         "Dana mobilitas dewan dan pengadaan rumah jabatan juga sudah teralokasi dalam APBD 2003, sehingga JPU hanya berasumsi ada penyimpangan dana," ujar Zen Smith saat membacakan nota eksepsi itu.      
    Usai pembacaan eksepsi itu ketua majelis hakim Ali Makki menyatakan sidang berikutnya dengan agenda mendengar jawaban JPU atas eksepsi terdakwa  dijadwalkan 29 Desember 2010.

         "Sidang ditunda hingga 29 Desember. Tolong saudara jaga kesehatan," ujar Ali kepada terdakwa kemudian mengetuk palu tanda sidang berakhir.

         Dalam persidangan sebelumnya, Senin (20/12), tim JPU mendakwa Rahmat Hidayat terlibat praktik korupsi dana APBD NTB 2003, bersama-sama pimpinan DPRD NTB periode 1999-2004 lainnya.  
    Dalam dakwaannya JPU menyatakan, Rahmat Hidayat turut serta dalam praktik penyalahgunaan dana APBD 2003 di DPRD NTB, bersama-sama Ketua DPRD NTB yang saat itu dijabat H. Lalu Serinata, yang perkaranya sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

         Rahmat didakwa terlibat dalam penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukannya bersama 56 orang anggota DPRD NTB periode 1999-2004 (seorang anggota hasil pergantian antarwaktu), sehingga berindikasi merugikan negara.

         JPU menyebut nilai anggaran yang pengelolaannya bermasalah dari aspek hukum itu mencapai Rp12,73 miliar lebih, antara lain berupa dana asuransi sebesar Rp1,71 miliar lebih, biaya mobilitas anggota dewan Rp2,56 miliar lebih, dana prasarana pimpinan dan anggota dewan Rp843,43 juta dan dana kegiatan lainnya  Rp7,61 miliar lebih.

         Kegiatan lain-lain yang dimaksud antara lain peningkatan kapasitas legislator dan kegiatan pengawasan.

         Khusus yang diterima Rahmat Hidayat, dana Asuransi Bumi Putera sebesar Rp17,25 juta, Asuransi Jiwa Sraya  Rp14,4 juta, dana mobilitas dewan  Rp48 juta lebih, dana prasarana pimpinan dan anggota sebesar Rp8,92 juta dan penerimaan yang bukan hak anggota DPRD NTB Rp130,461 juta.

         Tim JPU Kejati NTB itu mendakwa Rahmat Hidayat dengan pasal 2 dan 3 Undang Undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

         Rahmat Hidayat saat ini adalah  anggota DPR periode 2009-2014 dari Fraksi PDI Perjuangan.

         Sebelumnya Rahmat menjadi anggota DPRD NTB dua periode berturut-turut sejak 1999 hingga 2009 yang juga dari PDI Perjuangan, dan pada periode itu ia menjabat Wakil Ketua DPRD NTB.(*)