Mataram, 6/5 (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat tengah menyiapkan memori kasasi atas vonis bebas terhadap Rahmat Hidayat, terdakwa dugaan korupsi dana APBD Nusa Tenggara Barat tahun 2003, yang diputuskan majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Mataram, pada Kamis (5/5).
"Kami punya waktu 14 hari untuk menyusun memori kasasi itu, tidak perlu terburu-buru," kata Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sugiyanta, SH, di Mataram, Jumat.
Sugiyanta selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara tersebut, mengaku belum menerima materi putusan majelis hakim atas perkara dugaan korupsi dana APBD 2003 itu, sehingga belum bisa menentukan arah kasasi yang hendak diajukan ke Mahmakah Agung (MA).
Ia berencana meneliti secara seksama materi putusan majelis hakim itu, kemudian menyusun memori kasasi, yang tentunya berdasarkan hal-hal yang dianggap tidak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
"Nanti, kami lihat materi putusannya, hal-hal yang tidak sesuai akan kami jadikan alasan pengajuan memori kasasi. Sampai hari ini belum ada penyerahan materi putusan majelis hakim," ujarnya.
Rahmat Hidayat, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan asal NTB, divonis bebas dalam sidang perkara dugaan korupsi dana APBD NTB 2003, yang dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri Mataram, H. Ali Makki, SH, MH, selaku Ketua Majelis Hakim, dibantu dua orang hakim anggota masing-masing Eddy, SH dan Jon Sarman Saragih, SH.
Rahmat Hidayat merupakan mantan Wakil Ketua DPRD NTB yang kini masih menjadi anggota DPR periode 2009-2014 dari Fraksi PDI Perjuangan.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Rahmat Hidayat tidak terbukti bersalah sehingga dibebaskan dari segala tuntutan JPU.
Majelis hakim juga meminta rehabilitasi nama baik terdakwa dan mengembalikan semua barang bukti kepada JPU.
Putusan majelis hakim itu jauh dari tuntutan JPU yakni 3,5 tahun atau tiga tahun enam bulan penjara, dan denda sebesar Rp50 juta subsidier tiga bulan kurungan.
JPU juga menuntut mantan Wakil Ketua DPRD NTB itu untuk mengembalikan biaya pengganti kerugian negara sebesar Rp221,58 juta lebih.
Tuntutan itu mengacu kepada pasal 3 Undang Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam tuntutannya JPU meminta majelis hakim untuk menghukum Rahmat Hidayat karena dalam persidangan terbukti turut serta dalam praktik penyalahgunaan dana APBD 2003 di DPRD NTB, bersama-sama Ketua DPRD NTB yang saat itu dijabat H. Lalu Serinata, yang perkaranya sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
Semula Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB Didiek Darmanto dan Sugiyanta optimistis, majelis hakim yang menangani perkara Rahmat Hidayat akan memvonis politisi PDI Perjuangan itu sesuai fakta-fakta persidangan.
Apalagi, adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung atau putusan Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung Indonesia yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Namun, pada kenyataannya Rahmat Hidayat yang dalam proses persidangan mengakui menerima sejumlah dana yang bukan penghasilan DPRD NTB saat itu, divonis bebas oleh majelis hakim. (*)