Pledoi Husnul ungkap sindikat kriminal pada proyek benih jagung di NTB

id husnul fauzi,wikanaya,terdakwa korupsi,benih jagung,pledoi,pengadilan mataram,korupsi jagung

Pledoi Husnul ungkap sindikat kriminal pada proyek benih jagung di NTB

Terdakwa Husnul Fauzi duduk di kursi pesakitan dalam sidang dengan agenda pembacaan pledoi atas tuntutan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, NTB, Senin (27/12/2021). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Pledoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dari terdakwa Husnul Fauzi mengungkap adanya sindikat kriminal pada proyek pengadaan benih jagung tahun 2017 di Nusa Tenggara Barat.

"Bahwa pemalsuan barang dan dokumen dalam proyek pengadaan ini muncul akibat ulah dari para produsen dan supplier (penyedia) benih jagung. Mereka adalah sindikat pemalsuan dokumen dan benih jagung," kata Sahrul, penasihat hukum terdakwa Husnul Fauzi membacakan pledoi di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Senin.

Produsen dan penyedia barang yang disebut dalam sindikat kriminal itu diantaranya Diahwati dan Maskur. Husnul Fauzi melempar kesalahan perihal munculnya kerugian negara kepada mereka.

Husnul Fauzi menuding mereka sebagai sindikat kriminal pemalsuan dokumen dan benih jagung yang menikmati keuntungan dari munculnya kerugian negara.

Karena itu, sudah sepatutnya aparat penegak hukum (APH) membebankan tanggung jawab munculnya kerugian negara miliaran rupiah itu kepada mereka.

Sementara, terdakwa Ida Wayan Wikanaya yang juga menjalani agenda sidang pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram menyampaikan hal berbeda dengan Husnul Fauzi.

Melalui pledoi yang disampaikan penasihat hukumnya, Iskandar, Wikanaya menyampaikan bahwa unsur pidana dalam tuntutan jaksa yang menyatakan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi itu tidak terpenuhi.

Karena sejak awal proyek berjalan, Wikanaya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek selalu bersikap tegas kepada pihak perusahaan penyedia barang.

Salah satunya dengan memberlakukan denda keterlambatan kepada perusahaan penyedia barang ketika terlambat menyelesaikan pekerjaan.

Hal ini terbukti dengan adanya tindakan terdakwa  yang beberapa kali mengenakan sanksi denda keterlambatan kepada PT Sinta Agro Mandiri (SAM), perusahaan penyedia barang sesuai dengan ketentuan dalam pasal 8 kontrak kerja.

"Yakni sebanyak 2 kali denda keterlambatan dengan jumlah total Rp862.800.000," kata Iskandar.

Selain itu terdakwa juga tidak pernah menerima uang sepersen pun atau menikmati dari adanya kerugian negara dalam pengadaan dua proyek benih jagung tersebut.

Terdakwa Wikanaya juga disebut Iskandar bersikap tegas ketika kuasa pengguna anggaran (KPA) Husnul Fauzi menyarankannya untuk membuat adenddum kontrak untuk PT SAM mengganti benih yang rusak dari varietas Bima 14 ke Bima 10.

"Dalam fakta persidangan juga telah terungkap bahwa perubahan varietas itu tidak pernah terdakwa membuat adenddum, karena alasan belum terpenuhinya syarat-syarat untuk dilakukannya adenddum kontrak," ujarnya.

Sebelumnya, JPU menuntut agar Majelis Hakim menyatakan terdakwa Husnul Fauzi dan Ida Wayan Wikanaya terbukti bersalah sesuai dengan pidana dalam dakwaan primair.

Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

JPU menuntut agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara 13 tahun dan denda Rp600 juta subsider 4 bulan kurungan kepada Husnul Fauzi dan pidana penjara 11 tahun dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan untuk Wikanaya.