Mataram, 17/10 (ANTARA) - Badan Kehormatan DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat mendukung usulan sejumlah fraksi untuk membubarkan Panitia Khusus Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika, yang dibentuk pimpinan dewan, 7 Oktober lalu.
"Kami sudah rapat dan sepakat untuk meminta pansus itu untuk menghentikan segala aktivitasnya, sekaligus meminta pimpinan dewan untuk membubarkan pansus tersebut," kata Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) H M Amin, di Mataram, Senin.
Amin mengaku langsung menggelar rapat koordinasi seluruh anggota BK DPRD NTB untuk menyikapi polemik pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika.
Setelah menelaah berbagai permasalahan yang mencuat terkait pansus itu, seluruh anggota BK DPRD NTB sepakat untuk mendukung pembubaran pansus itu guna mengakhiri polemik tersebut.
"Ini jalan terbaik agar polemik pansus itu tidak berkepanjangan. Kami juga sudah meminta pimpinan dewan untuk merekomendasikan pembubaran pansus itu," ujar Amin.
Ketua DPRD NTB H Lalu Sujirman, mengaku sudah mendapat laporan Badan Kehormatan terkait pembubaran pansus itu, namun ia masih harus mengkajinya agar tidak salah dalam mengambil keputusan.
"Saya kaji dulu, tetapi masalah itu akan segera disikapi," ujar Sujirman sambil berlalu dari kerumunan wartawan.
Sebelumnya, pimpinan tiga fraksi dari sembilan fraksi di DPRD Provinsi NTB menghendaki pembubaran Pansus Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika, karena dianggap menyalahi aturan.
Ketiga fraksi di DPRD NTB itu yakni Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), Fraksi Partai Bulan Bintang (F-PBB) dan Fraksi Peduli Gerakan Indonesia (F-PGI).
Ketiga pimpinan fraksi itu masing-masing Sekretaris Fraksi PPP DPRD NTB Nurdin Ranggabarani, Wakil Ketua Fraksi PGI Noerdin H M Yacob, dan Ketua Fraksi PBB Zulkarnaen.
Ranggabarani, Yakob dan Zulkarnaen serta sejumlah anggota DPRD NTB lainnya menilai Pansus Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika, yang dibentuk dalam rapat paripurna DPRD NTB, dengan keputusan Nomor 14/KPTS/DPRD/2011, tanggal 7 Oktober 2011 itu, merupakan sikap yang dipaksakan.
Komposisi pansus itu yakni Misbach Mulyadi selaku ketua, H. Husni Djibril selaku wakil ketua dan Johan Rosihan selaku sekretaris, yang dibantu 17 orang anggota yang berasal dari sembilan fraksi. Setiap fraksi dua hingga tiga orang anggota.
Menurut mereka, usulan pembentukan pansus itu tidak memenuhi standar aturan yang disyaratkan dalam Peraturan DPRD Provinsi NTB Nomor 2 Tahun 2010 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD NTB, yang diterbitkan 10 Mei 2010.
Pasal 60 ayat 3 Peraturan Tata Tertib DPRD NTB itu menyatakan pasus dibentuk dalam rapat peripurna DPRD NTB atas usul anggota setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah.
"Pertanyaannya, anggota DPRD mana dan siapa saja yang telah mengusulkan pembentukan pansus itu, dan dalam rapat paripurna yang mana, rapat Badan Musyawarah yang mana. Saya juga anggota Badan Musyawarah DPRD NTB," ujar Ranggabarani.
Selain itu, pasal 60 ayat 5 Peraturan Tata Tertib DPRD NTB itu menegaskan bahwa anggota pansus terdiri dari anggota komisi terkait secara proporsional yang diusulkan oleh masing-masing fraksi.
Namun, pembentukan pansus itu tidak didukung surat remi fraksi-fraksi, bahkan belum ada permintaan resmi pimpinan DPRD NTB ke fraksi-fraksi.
"Ternyata permintaan pengisian komposisi anggota pansus itu hanya melalui SMS (pesan singkat) tanpa melalui rapat resmi dan tanpa meminta pertimbangan Badan Musyawarah DPRD NTB sesuai yang disyaratkan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD NTB," ujar Ranggabarani diamini Jacob dan Zulkarnaen serta sejumlah anggota DPRD NTB lainnya.
Ketiga pimpinan fraksi di DPRD NTB itu juga menilai pembentukan pansus itu terkesan buru-buru dan dapat dikategorikan sebagai tindakan pemborosan dan in-efisiensi terhadap keuangan daerah.
Pembentukan pansus itu dinilai sebagai upaya untuk mendesak atau memberi tekanan politik yang mengatasnamakan lembaga legislatif, namun rentan menimbulkan gugatan hukum dari para pihak yang merasa dirugikan.
Mereka juga menyimpulkan bahwa pembentukan Pansus Percepatan Penanganan Pembangunan Kawasan Wisata Mandalika itu, merupakan pengingkaran dan pelanggaran berat pimpinan DPRD NTB terhadap sejumlah pasal dalam Peraturan Tata Tertib DPRD NTB, sehingga layak diproses oleh Badan Kehormatan DPRD NTB. (*)